Penulis : Sujiwo Tejo
Kota
terbit : Yogyakarta
Penerbit
: Bentang Pustaka
Tebal
: 252
Halaman
"Bila
jisim Rahwana itu tak ada padamu, kau akan menyangka bahwa baik dan buruk sama
saja? Tidak. Mereka berbeda. Keduanya hanya tak terpisah. Merekalah yang
bahu-membahu mendorongmu menjadi sempurna, yaitu berlapang dada untuk menerima
ketidaksempurnaan,"
"Oh
Sinta, aku lala padamu", sebuah ungkapan yang mungkin diucapkan oleh
Rahwana kepada pujaan hatinya, Dewi Sinta. Sejenak perlu memikirkan apa itu
Lala? Nama? Singkatan? Atau? Yang lainnya. Maka atas gelembung-gelembung jisim
Rahwana yang menempel dan menyampaikan ilham pada setiap pikiran pembaca,
gelembung-gelembung yang seperti membisikkan dua patah kata yaitu kata "tergila-gila",
mari yakini atas ilham ini, dan persembahakan untuk Rahwana.
Rahwana
memang tergila-gila pada Sinta, di buku ini bagaimana dikisahkan dengan
pembelaan ada terhadap Rahwana melalui cerita-cerita pewayangan yang dikemas
menjadi beberapa kisah yang modern alias up to date, membuat jalan
ceritanya terasa menjadi sangat unik, dengan berbagai latar, mulai dari pulau
Bali, Singapura, Berlin, sampai kota Dubai. Dari cover buku ini tergambar
jelas, bagaimana Rahwana dan Sinta duduk santai, dengan satu meja sembari
memegang cangkir yang diyakini itu adalah kopi. Ahh..untuk kali ini siapa yang
menolak untuk menjadi Rahwana? Sebuah cerita cinta dalam kata.
Buku
ini mampu menceritakan kisah pewayangan dengan gaya dan sudut pandang yang
berbeda. Hampir semua bagian berisi surat-surat bernada mesra yang dikirimkan
oleh Rahwana untuk wanita pujaannya, Sinta. Gaya penulisannya yang nyeleneh
pun menjadi salah satu daya tariknya. Kata-kata nyentrik yang cenderung
seperti konten dewasa tak lupa dihadirkan.
Awal
kisah, pada waktu itu ketika di Candi Borobudur. Rahwana menemukan Dewinya.
Terang wajah Sinta yang dilatari warna hijau lelumut batuan candi, semakin
menyala, semakin terhasut, dengan baju dan rok satin putih yang dikenakan.
Lantaran waktu itu Sinta sedikit bosan dalam rombongannya, dia sedikit memisah
dari rombongan. Lalu atas izin Tuhan, kok ndilalah Rahwana bertemu
dengan Sinta di sebelah stupa tanpa kepala.
Rahwana
yang seorang dasamuka ini jatuh cinta pada titisan Dewi Widowati. Kelak, Dewi
Widowati akan menitis pada Dewi Sukasalya dan Dewi Citrawati, lalu bermuara di
Dewi Sinta. Dewi Sinta pujaannya, ingin dibawanya ia ke istana Rahwana,
Kerajaan Alengka. Setelah pertemuan pertama mereka di Candi Borobudur, Rahwana
tak bisa untuk melupakan. Alkisah rupanya Sinta senang bepergian, keliling
dunia. Lawwamah, Mutmainah, Supiah, dan Amarah, mereka saudara Rahwana
sekaligus juri dalam hidupnya. Memberi nasehat-nasehat yang terkadang membuat
Rahwana terlena.
Sinta,
aku terlalu demam rindu sampai terbawa mimpi, walau tak bisa kuingat bagaimana
bermulanya. Atau jangan-jangan aku hanya tak berani mengingat bahwa yang kamu
ucapkan adalah cintamu yang penuh cacat padaku? Bagaimana aku menyikapinya
Sinta? Ucap Rahwana.
"Aku
ingin mencintaimu walau penuh cacat, Rahwana. Tak peduli cacat itu membawa
keburukan atau malah menampilkan hal indah-indah...."
Aku
tak berani mengenang kata-kata itu, Sinta. Ah...Sinta, kau tak pernah membalas
surat-surat dariku, walau suatu ketika kau membalasnya dan datang menemuiku di
gubukku, itu saja sudah cukup. Betapa senangnya aku saat itu. Sinta, dewiku,
kekasihku. Lalu ingatkah kau pada Trijata, Sinta? Betapa berjasanya dia yang
telah merawatmu ketika di Alengka. Kata-kata Rahwana mengalir begitu
derasnya. Trijata adalah putri sulung
Arya Wibisana, dari Kerajaan Alengka dengan Dewi Triwati, seorang hapsari
keturunan Sanghyang Tay. Nantinya Trijata akan bersuamikan Hanuman, kera yang
setia bersama Rama. Di sela waktu, ketika Trijata belum tidur. Kadang Rahwana
bercerita dengan Trijata dan melukiskan betapa surgawinya Sinta. Rahwana begitu
mengagung-agungkan Dewinya itu, dengan segala perumpamaan.
"Hanuman
tertarik pada Trijata lantaran Trijata memang lebih hangat ketimbang Sinta.
Trijata lebih manusiawi. Sebagai kera, Hanuman rindu pada bau manusia. Hanuman
tak mencium bau manusia pada Sinta. Baginya bau Sinta terlalu bau
bidadari,"
Dalang
Sujiwo Tejo mengisahkan setiap kejadian dengan caranya, sehingga menjadi
original khas dari dirinya sendiri. Kehidupan Rahwana dibuat begitu
mengasyikkan olehnya. Banyak tokoh-tokoh dunia yang dimasukkan dalam cerita
Rahvayana ini, seperti John Lennon, Victor Hugo dengan Les Misereables-nya,
dan tokoh-tokoh terkenal lainnya. Penokohan karakter wayang dalam Rahvayana ini
sepertinya tak mengikuti alur dalam cerita pewayangan aslinya.
Membaca
Rahvayana adalah menyadari bahwa terdapat kisah yang belum diketahui. Meskipun
memang bahasanya konsisten berat dari awal sampai akhir, pembaca sepertinya
masih tetap bisa tertawa kok, masih bisa menikmati, sangat malah. Membaca
buku ini juga terkadang membuat lupa, bahwa karakter yang dimainkan didalamnya
adalah Sujiwo Tejo sendiri.
Buku
ini sangat menarik untuk dibaca, selain mengetahui sejarah, yaitu penokohan
wayang-wayang yang dikemas dalam masa modern. Juga selera humor yang ditiupkan
dalang dalam beberapa kata pada buku Rahvayana ini, membuat lala (baca:
tergila-gila) saja. [End]
Oleh: Muhammad Jumhari
Comments