Saat
semua pemuda berlomba-lomba manjadi "Rangga" untuk menaklukkan hati
seorang "Cinta". Itu adalah anggapan mereka bahwa cinta itu romantis, dengan kata-kata dan rayuan gombal yang
hanya omong kosong. Mereka dengan sekejap bak seorang penyair dengan segala
kalimat romantisnya. Romantis bagi mereka yang hanya segera sampai dengan
sempurna pada tujuan. Terlalu mudah mengatakan kata-kata manis yang berimbas
tragis.
Heyyyyy
kalian para pemuda masa kini. Coba lihat kebelakang saat sastra lama dengan
cerita Ramayana, menceritakan tentang sebuah cinta yang sebenarnya. Iyaaa itu
cinta yang sebenarnya, harus menaiki tangga demi tangga untuk menuju lantai-lantai selanjutnya.
Wahai
para pemuda hilangkan pemikiranmu tentang Arjuna yang mencari cinta. Tapi
lihatlah bagaimana Rrahwana menghormati dan menghargai cinta. Seperti
itulah yang dilakukan Rahwana kepada Sinta, seorang wanita yang dikaguminya.
Ketika
Sinta, Rama dan Laksmana menjalani pembuangan di hutan karena ibu tirinya mengarang
cerita agar anaknya Barata bisa menjadi raja menggantikan Rama. Didalam hutan
Rama mengusir semua raksasa yang menggangu warga sekitar. Kemudian muncul
Supanaka, adik dari Rahwana. Ya seperti itulah sifat Kakak beradik memang tidak
jauh berbeda. Supanaka mengganggu Rama rarena
tertarik pada ketampanannya. Dia menggoda dan menggangu Rama, dan membuat Rama
marah, kemudian Rama menebas hidungnya sampai putus. Supanaka kemudian
melaporkan hal itu pada Rahwana.
Rahwana
marah, dan mengatur siasat untuk menculik Sinta karena ingin balas dendam atas
perlakuan Rama kepada adiknya. Dalam cerita inilah, ketika Rahwana menculik Sinta. Rahwana dianggap sebagai seorang
penjahat kelas kakap.
Tapi
bagiku hal itu adalah halal. Paling romantis, ketika seorang raksasa yang
mencintai Dewi Setyawati yaitu istri Rahwana yang telah meninggal. Ya, memang romantis mencintai jiwa seorang
wanita meski raga tak sama. Itulah Rahwana yang cintanya tidak pernah padam
pada istrinya.
Setelah
berhasil menculik Sinta, Rahwana pun membawanya ke istananya yang amat megah,
semegah istana kepresidenan. Mungkin ada banyak tiang, banyak pintu, banyak
bunga, entahlah.
Selama
dalam istananya Rahwana tidak pernah melakukan perbuatan yang aneh-aneh kepada Sinta. Bagaimana mungkin Rahwana melakukan
hal sekeji itu, menyentuhnya pun Rahwana tak berani.
"Penakut
sekali kau Rahwana".
"Aku
tidak penakut, aku hanya menghormati wanita yang aku cintai".
"Siapp
bosss, itulah jawaban yang aku tunggu darimu".
Setiap
hari Rahwana mendatangi Sinta dengan berbagai pujian, nyanyian, syair, puisi, bacaan Yasin dan lain sebagainya.
Dia selalu meminta maaf Karena telah menculik Sinta, semua di lakukan agar
Sinta mau menjadi permaisuri di istananya. Namun Sinta selalu menolak.
Kasihan
sekali kau Rahwana. Tapi percayalah apa yang datang dari hati pasti sampai ke
hati. Itulah Rahwana, sekejam apapun dirinya, ketulusan cintanya perlahan di
rasakan oleh sinta.
Sinta
mulai tergoda, namun di sisi lain Sinta tidak
mau mengkhianati suaminya.
"Ayolah
Sinta, terima saja Diriku" Rayu Rahwana.
"Tidak,
aku tidak mau mengkhianati Rama" Tolak Sinta.
"Kamu
pasti akan menyesal, karena sejatinya cinta Rahwana lebih besar daripada
Rama". Meyakinkan Sinta.
Hampir
tiga tahun lamanya Rama tidak kunjung datang menjemput Sinta, dalam hatinya
bertanya, "Mengapa
Rama tidak kunjung menjemputku?"
Apakah Rama memang sudah tidak mencintai Sinta lagi seperti dulu?.
Rahwana
dan Sinta saling bertatapan, dalam hati mereka saling berbicara.
"Tidakkah,
kau juga mencintaiku Sinta?”
Tanya Rahwana.
“Tidakkah kau mengingatku walau sedikit
saja, sebagai pria yang pernah kau cintai Sampai mati". Tanya Rahwana yntuk meyakinkan
"Rahwana,
aku sebenarnya mencintaimu. Namun apalah dayaku yang sudah terikat dengan rama,
jika engkau mencintaiku maka relakan aku dan kembalikanlah aku pada Rama." Keluh Sinta.
Pikiran
Rahwana bergejolak, terjadi peperangan antara otak kanan dan otak kiri. Hatinya menjadi penengah, "Haruskah aku
menuruti perkataan Sinta?" Kata-kata Sinta bagaikan sebuah sihir yang
mengharuskan Rahwana mengikuti perkataan itu. Sebab, selama hidupnya kata-kata
itulah yang di nanti.
"Jika
itu maumu, aku akan bertarung satu lawan satu dengan Rama, sebagai seorang
Ksatria, jika Rama bisa mengalahkanku maka akan ku kembalikan engkau pada Rama” Tantang Rahwana pada Rama.
Pertarungan
pun terjadi, meskipun bagiku ini bukan pertandingan satu lawan satu sebagai
Ksatria, Rama yang meminta bantuan Hanoman pun pasti menang melawan Rahwana
yang hanya seorang diri, Rahwana pun terbunuh di tangan Rama dan Hanoman. "Kamu
memang seorang ksatria wahai Rahwana." Puiji Rama.
Sinta
pun kembali ke pelukan Rama, namun apakah yang didapat ? Rama justru curiga
padanya. Rahwana dengan seenaknya membuat argumen sendiri bahwa Sinta telah
dinodai oleh Rahwana. "Rahwana tidak sebejat itu wahai Rama, yang katanya
ksatria." Penjelsan Sinta
dengan berteriak.
Berkali-kali
Sinta mengatakan, dengan berbagai penjelasan, berbagai bahasa, berbagai
Istilah, tapi Rama masih tidak percaya sedikutpun pada Sinta. Hingga akhirnya
Sinta nekat membuktikan kesuciannya dengan menceburkan diri ke bara api, karena Sinta masih suci api pun tidak bisa
membunuhnya. Barulah Rama mau menerima Sinta.
Sukma
Rahwana yang melihat kejadian itu menangis sejadi-jadinya karena mengapa takdir
tidak memilihnya.
"Wahai
takdir, mengapa engkau tidak memilihku?" teriak Rahwana.
Mengapa
pula Sinta mau memilih dan menerima pria yang tidak mempercayainya sepenuhnya.
Tapi bagi Rahwana Sinta ternoda atau tidak, Rahwana tetap mencintainya.
"Aku
Rahwana, meskipun julukanku sebagai Dasamukha atau seorang yang berkepala
sepuluh, tapi aku hanya mencintai satu wanita. Sedangkan kalian yang hanya
mempunyai satu kepala, tapi didalamnya ada sepuluh wanita". Rahwana mempertegas pribadinya.
Di
bawah pohon rindang, Sinta tersedu pilu menangisi kepergian Rahwana, yang sudah
tidak ada di dunia yang di tempatinya lagi. "Sinta, kini kau menyesal,
karena kau telah kehilangan sosok yang mencintaimu tanpa tapi." Tutup pohon rindang yang berbicara.
Oleh : M Rendi Sulistiyo
Tags
Puisi