Penulis :
Tere Liye
Penerbit : Republika
Percetakan : Tama Print Indonesia,
ISBN : 978-979-1102-26-1
Jumlah
Halaman : 368 Halaman
Novel yang penuh dengan makna kerja
keras, pengorbanan dan penghormatan ini di tulis oleh seorang novelis yang
akrab disapa dengan nama penanya, Tere Liye. Tere Liye adalah sebuah nama dari
bahasa Arab yang berarti “untukmu”. Nama asli Tere Liye adalah Darwis. Tere
Liye lahir di Bandung pada 21 Mei 1979. Tere Liye juga seorang dosen yang tak
jarang menjadi best seller di
Indonesia.
Pada Novel Bidadari-Bidadari Surga
ini Tere Liye mentransformasikan dirinya sebagai pencerita, dan sebagai saksi
hidup dari sebuah kisah keluarga di Lembah Lambahay. Kisah yang menceritakan
tentang pengorbanan seorang kakak yang bernama Laisa untuk 4 adiknya. Keempat
adiknya
yang bernama Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta. Laisa melakukan segala
sesuatu
agar adik-adiknya
tersebut dapat melanjutkan pendidikan mereka. Meski apa yang dilakukan Laisa
untuk adik-adiknya
tersebut berdampak pada dirinya yang harus berhenti sekolah sejak kelas 4 SD.
Laisa harus bekerja di bawah terik matahari setiap hari untuk mengolah aren
mulai dari pukul 4 pagi sampai sore dan malam harinya Laisa harus menganyam
rotan, meski pada dasarnya empat adiknya tersebut berasal dari darah yang
berbeda darinya, namun hal itu tak menyurutkan sedikit pun niat dari Laisa untuk membantu adiknya tersebut.
Disatu sisi, Laisa yang akrab disapa
Kak Lais adalah kakak yang galak dan tegas. Ia mengejar-ngejar saat adiknya
bolos sekolah dengan membawa rotan atau ranting kayu untuk menakut-nakuti. Tapi
disisi lain, sangat bertolak belakang dengan fisiknya yang gempal, gendut,
berkulit hitam dan wajahnya yang tidak proposional ditambah dengan rambut
gimbal serta ukuran tubuhnya yang tidak normal, Laisa lebih pendek. Hal itu
sangat berbeda dengan keempat adiknya yang tampan-tampan dan
cantik-cantik. Laisa memang tidak memiliki kecantikan fisik yang didambakan
oleh setiap lelaki, tetapi ia memiliki kecantikan hati yang luar biasa.
Laisa
sesungguhnya tipe kakak yang mendukung adik-adiknya, rela mengorbankan
diri untuk keselamatan ''Ia anak nakal'' Ikanuri dan Wibisana dari siluman Gunung Kendeng,
serta mati-matian mencari obat bagi kesembuhan adik bungsunya Yashinta yang
diserang demam panas hingga kejang pada suatu malam.
Karena pengorbanan dan ketulusannya,
akhirya mengantarkan kesuksesan keempat orang adiknya itu. Hingga Dalimunte
adik pertamanya berhasil menjadi profesor di bidang fisika yang terkenal
diseluruh dunia, dengan penelitian terbarunya tentang “Badai Elektronik Antar
Galaksi” yang akan menghantam planet ini (bumi) sebelum kiamat. Ikanuri dan
Wisibana walaupun beda jarak usianya satu tahun, tapi mereka sering dianggap kembar. Mereka berhasil
mendirikan bengkel mobil modifikasi dan akan membangun pabrik spare-part mobil sport. Sedangkan Yashinta si bungsu
mendapat beasiswa S2 di Belanda dan menjadi peneliti untuk konservasi ekologi,
meneliti tentang burung Peregrin, alap-alap Kawah dan sejenisnya, serta menjadi kontributor foto untuk majalah National Geographic.
Selain berjasa untuk keempat adiknya, kak Lais juga berjasa untuk
kampung Lembah Lahambay dengan perkebunan strawbery miliknya. Selain itu, ia
juga membangun jalan didesanya , membangun sekolah untuk anak-anak di desanya.
Namun setelah bayak pengorbanan dan
jasa-jasa yang dilakukan, masih begitu banyak masalah yang harus dihadapi Laisa, mulai dari tak seorang pun yang mau
menikahinya,
gunjingan
orang-orang tentang Laisa yang di dengar oleh adik-adiknya tentang penyakit
kenker yang diderita
Laisa dan asih banyak lagi gunjingan
yang dilontarka untuknya, namun semua itu hanya dijawabnya dengan senyuman dan
keyakinan bahwa hidup, mati, rejeki dan jodoh ada ditangan Allah SWT.
Hingga hari kematian Kak Lais tiba,
yang dikarenakan kanker paru-paru stadium IV yang telah disembunyikan dari
adik-adiknya selama sepuluh tahun, kak Lais belum juga di berikan jodoh
oleh Allah.
Tetapi mamanya yakin sekali bahwa Laisa adalah bidadari surga.
Penulis mengungkapkan
beberapa-beberapa potongan ayat-ayat suci didalam novel. Antara lain “Dan
sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli pelupuk mata
bidadari-bidadari itu berkedip-kedip bagaikan sayup burung indah. Mereka baik
lagi cantik jelita(QS Ar-Rahman:70)”
Dalam epilog novel ini penulis
mengatakan “Dengarlah kabar gembira ini. Wahai wanita-wanita yang hingga usia
tiga puluh, empat puluh atau lebih dari
itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fiisk, kesempatan,
atau tidak pernah “terpilih” di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi
dan tampilan wajah) yakinlah, wanita-wanita shalehah yang sendiri, namun tetap mengisi dihidupnya dengan indah, berbagi, beruat
baik, dan bersyukur, kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari
surga. Dan kabar baik itu pastilah benar. Bidadari surga parasnya cantik luar
biasa,"
Dalam novel ini banyak sekali
tersirat nilai-nilai keidupan yang sangat pantas sebagai teladan. Pembaca
seolah-olah diberi pelajaran untuk selalu ikhlas, tabah, dan kuat dalam
menjalani kehidupan. Novel ini juga membuka pikiran pembaca bahwa kesuksesan
harus dicapai dengan kerja keras, pengorbanan yang ikhlas dan rasa syukur
kepada sang pencipta.
Sang penulis Tere Liye mempunyai
gaya penulisannya yang sangat khas, sederhana namun mampu membuat pembaca
tersentuh dengan bahasa hati yang sangat lembut. Novel yang indah, realistis,
dan banyak mengandung filosofis yang banyak membuat pembaca tersentuh dan bisa
menerima pesan moral yang disampaikan penulis.
Novel dengan total halaman 368
halaman ini dikemas dengan menarik, tetapi terdapat beberapa hal yang mungkin membuat
pembaca merasa bingung dan tak mengerti apa yang disampaikan penulis, alur maju
mundur dalam novel ini membuat pembaca sedikit kebingungan memahami isi
ceritanya. Hal ini yang membuat pembaca terkadang harus mengulangi membaca dari
peristiwa sebelumnya untuk memahami alur dari cerita.
Sudut pandang setiap tokoh
berbeda-beda. Terkadang penulis mengambil dari sudut pandang tokoh Dalimunte,
terkadang Wibisana dan Ikanuri, kadang Yashinta, dan teradang Laisa. Pergantian
sudut pandan tersebut tidak berdasarkan bab, tetapi lebih sering pada sub-bab.
Jadi pembaca harus lebih teliti agar tidak bingung dengan pergantian sudut
pandang yang tidak menentu.
Namun secara keseluruhan, novel ini
sangat menyentuh, dan penuh dengan nilai-nilai pembelajaran kehidupan. Dengan
pembawaan yang ringan, sederhana menyentuh dan penuh pembelajaran kehidupan tak sulit
membius pembacanya sehingga bisa ikut mengalir disetiap peristiwanya.
Sungguh cerita perjuangan yang
begitu mengharukan. Memberi pelajaran dan membuka pikiran pembaca atas makna
sebuah kerja keras, kasih sayang, dan ketulusan seorang saudara. Sosok manusia
yang tak pernah berhenti berbuat baik dan selalu berusaha memberi manfaat
kepada orang lain. Inilah
hati suci yang hakiki. Didalam cerita ini Laisa memberikan sebuah pesan bahwa "kebahagiaan adalah kita
bisa bermanfaat bagi orang lain",
Oleh karena itu, novel ini cocok
dibaca semua kalangan, bagi wanita yang sedang mecari jati diri, terutama mereka yang ingin
mengerti makna sesungguhnya dari sebuah kasih sayang.
Oleh: Nikmatul Lailina Febrianti
Tags
Resensi