Herd Immunity? Ampuhkah Sebagai Penangkal Virus Corona?


Indonesia masih menjadi negara yang cukup memprihatinkan dalam kasus Corona. Bagaimana tidak, Indonesia berada di urutan ke 33 dari 188 negara dengan jumlah kasus positif Corona terbanyak di dunia. Berdasarkan data John Hopkins University jumlah kasus positif Corona mencapai 4.782.539 dari 188 negara.
       
Hal ini membuat Corona menjadi boomerang bagi seluruh dunia, semua elemen berusaha untuk memutus mata rantai virus ini. Kebingungan mulai menghantui negara karena belum menemukan bagaimana cara untuk mengatasi penyebaran virus ini, namun ada beberapa opsi seperti memperpanjang karantina di rumah atau lockdown semua wilayah secara total. Keduanya tentu akan memberi tikaman serius pada perekonomian dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat, terutama kalangan bawah seperti buruh lepas contohnya. Lalu, opsi terbaru adalah menerapkan herd immunity. 
       
Mengingat Corona merupakan penyakit self limiting disease atau bahasa sederhananya bisa sembuh sendiri dengan anti bodi yang baik, muncul ide untuk menerapkan kebijakan herd immunity ini. Lalu apa sebenarnya herd immunity itu? Konsep herd immunity didasarkan pada pandangan bahwa herd immunity terbentuk jika mayoritas populasi, biasanya 70-80% menjadi kebal terhadap penyakit. Ketika kekebalan itu terbentuk, penyebaran virus Corona tidak lagi menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.
       
Padahal herd immunity ini memliki beberapa dampak negatif, seperti: berpotensi menimbulkan lebih banyak kematian, informasi tentang ilmu virus Corona masih terbatas, menurut Koresponden Kesehatan “The Indepent” Shaun Lintern, ada risiko bahwa Corona menjadi penyakit musiman dan tentunya membutuhkan kesiapan medis yang matang.  
       
Selain itu, pemikiran ini dikecam oleh World Health Organization (WHO). Seorang ahli epidemilogi penyakit menular di WHO, Maria Van Kerkhove mengatakan bahwa tidak diketahui apakah orang-orang yang telah terpapar virus benar-benar kebal terhadap virus ini dan berapa lama kekebalan tersebut berjalan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute Amin Soebandrio, bahwa herd immunity bisa dicapai dengan dua cara. Pertama melalui vaksinasi atau imunisasi. Dengan harapan semakin banyak orang yang diimunisasi semakin banyak orang juga yang menjadi kebal. Tentunya juga akan memutus rantai penularan virus corona. Namun sampai saat ini belum ada vaksin yang spesifik untuk memutus rantai virus ini. 
       
Cara kedua adalah dengan merangsang pembentukan anti bodi pada orang-orang dengan cara “memaparkan” orang tersebut kepada virus dalam jumlah yang kecil, artinya tidak sampai menyebabkan sakit. Namun Amin menyampaikan hal ini akan sulit dilakukan secara alami, karena tidak diketahui dosisnya berapa. Menurutnya konsep herd immunity pun dapat dikatakan tidak efektif saat diterapkan di beberapa negara yang sedang terjangkit wabah sebelum virus Corona baru. “Tidak dianggap berhasil, karena yang menjadi sakit cukup banyak," kata Amin. Ia menyarankan untuk meningkatkan kekebalan tubuh secara umum untuk melindungi diri dari infeksi apapun, tak hanya dari virus Corona. 
       
Ide ini seakan bertentangan juga ketika kita kembali melihat kasus pada abad ke-18, dunia pernah mendapatkan herd immunity ketika flu Spanyol menyerang dan hasilnya sepertiga orang di dunia meninggal dunia akibat virus ini.  Peperangan antara virus dengan manusia adalah soal adu cepat siapa yang lebih dulu bisa beradaptasi; virus dengan mutasi genetiknya atau manusia dengan kekebalan tubuhnya. Vaksin diciptakan agar manusia memenangkan pertempuran ini. Hal yang sama juga bisa terjadi jika kebijakan herd immunity ini benar-benar dilaksanakan. Diperkirakan 16 juta jiwa akan hilang dari muka bumi ini.
       
Infeksi covid-19 ini diperkirakan dapat menular kepada 2-3 orang lainnya. Rata-rata algoritma kekebalan kelompoknya harus mencapai 50-67% populasi. Dengan jumlah pnduduk 271 juta jiwa (proyeksi 2020), Indonesia perlu membuat 182 juta rakyatnya terinfeksi dan membentuk herd immunity. Sungguh miris jika hal ini sampai terjadi, keberhasilannya belum tentu nyata. Namun beberapa bahkan beribu jiwa harus kehilangan nyawa.
       
Yang terbaru bahkan ada pemberitahuan bahwa pemerintah akan kembali membuka mall, namun tentu sistem pengoperasiannya akan sedikit berbeda. Di setiap sudut yang memiliki kemungkinan di kunjungi orang akan diberikan handsanitizer dan pengunjung wajib menggunakan masker. 
       
Meskipun banyak kalangan yang mengecam herd immunity ini, beberapa negara seperti Swedia, Belanda serta Inggris berencana untuk menerapkan herd immunity ini selama virus Corona masih merugikan karena menjangkit negaranya. Anders Tegnell selaku Kepala Epideminologi di Swedia beralasan bahwa herd immunity dapat memperlambat penyebaran infeksi dan membantu paramedis agar memiliki waktu kerja yang wajar. Lain halnya dengan Belanda dan Inggris, perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengusulkan untuk membiarkan virus, namun pernyataannya mendapat banyak kritik. Sehingga ia pun menginformasikan bahwa kebijakan lockdown akan diperpanjang. Sama halnya dengan Inggris, negara Ratu Elizabeth ini memutuskan untuk membatalkan kebijakan herd immunity dan memilih untuk menerapkan kebijakan lockdown. 

Oleh: Sri Wahyu Mukarromah

Comments