Diklat Pengurus Yang Aneh

Ini merupakan hasil laporan penulis dari Diklat Kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM-FH) yang diadakan di Malang dalam rangka untuk mengkonsolidasikan kinerja
Pengurus Badan BEM-FH, pada tanggal 29 – 31 Mei 2009. Pelaksanaan diklat kepengurusan di suatu organisasi itu sudah menjadi keharusan untuk mereduksi sikap dan tingkah laku para pengurus sehingga dapat dinilai seberapa besar komitmen yang ada pada masing-masing personal anggota dalam berorganisasi. Hal itupun yang tampaknya menjadi landasan para fungsionaris BEM-FH untuk tetap meng-”Eksis”-kan keberadaan BEM-FH untuk terus melanjutkan program kerja yang telah “susah payah” disusun.

Namun menjadi suatu langkah yang sangat “jahiliyah” apabila melihat waktu pelaksanaan diklat kepengurusan dijalankan setelah hampir satu tahun masa kepengurusan BEM-FH. Terdapat beberapa kesan yang dapat dilihat secara jelas dari pelaksanaan diklat tersebut antara lain; pertama, tidak solidnya para pengurus BEM-FH dalam menjalankan roda organisasi sehingga permasalahan internal BEM-FH menjadi terabaikan. Kedua, para pengurus BEM-FH itu sendiri yang telah (merasa) berusaha semaksimal mungkin dalam menjalankan program kerja yang disusun berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Ketiga, secara historis BEM-FH Universitas Trunojoyo sudah mendapat legitimasi dari mahasiswa FH itu sendiri sebagai salah satu badan kelengakapan yang dengan cermat, tepat dan akurat mengakomodir dalam menampung aspirasi Mahasiswa Fakultas Hukum..

Pelaksanaan diklat kepengurusan BEM-FH yang tidak hanya melibatkan Pengurus BEM-FH saja tetapi juga delegasi dari UKMF-FH. Penulis yang merupakan delegasi dari LPM Voice Of Law yang masih semeter 2 (dua) yang ingin memperdalam pengetahuan keorganisasian dari diklat ini. Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hal yang perlu disoroti dari acara tersebut, yaitu sebagai berikut :

1. Penyampaian pengantar/gambaran umum tentang keorganisasian “BEM” yang dibuka oleh Gubernur BEM-FH, dinilai oleh peserta diklat kurang sistematis dan membingungkan peserta diklat. Ditambahkan lagi, tidak diberikan pemaparan tentang visi,misi,organisasi BEM-FH yang merupakan hal paling mendasar untuk disampaikan. Begitu pula tentang permasalahan atau kondisi obeyktif BEM-FH selama ini. Sebagai pemegang wewenang tertinggi di organisasi internal BEM-FH, ketua BEM-FH sudah seharusnya responsif dan mempunyai kepekaan yang tajam dalam melihat permasalahan internal BEM-FH.

2. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu wacana yang menarik untuk terus diangkat dan dilakukan pengkajian secara intensif oleh berbagi elemen masyarakat. Tetapi menjadi salah satu wacana yang “inskonstitusional” untuk dijadikan perdebatan/pembahasan atau isu yang diangkat didalam diklat kepengurusan BEM-FH yang seharusnya memberikan materi yang fokus/berkisar tentang peningkatan profesionalitas dan kapabilitas dalam berorganisasi. Ini merupakan ketidak becusan panitia pelaksana dalam melakukan kegiatan.

3. Acara ini tidak bisa fokus dikarenakan pikiran peserta diklat hanya senang – senang dan “melihat air terjun”. Ini sudah menjadi konsekuensi apabila diklat dilakukan di tempat wisata. Sudah menjadi rahasia umum pelaksanaan agenda kegiatan,program kerja,dll, dilingkungan mahasiswa Universitas Trunojoyo cenderung mengikuti arus “Hedonis” yang merupakan salah satu penyakit paling mematikan tradisi keilmuwan mahasiswa.

Sangat Ironis dan miris organisasi bernama BEM-FH Universitas Trunojoyo secara kelembagaan turun derajat jati diri sesungguhnya yang artinya kepercayaan yang telah disematkan kepada BEM-FH secara umum, sebagai organisasi terdepan dalam menjalankan Tri Fungsi Mahasiswa telah. Melihat realita yang ada, pangkal pokok permasalahan - permasalahan diatas adalah terletak pada subyek yang menjalankan organisasi bernama BEM-FH. Di Ibaratkan sebuah mobil bagus yang dikendarai orang yang tidak cukup pandai dalam mengemudi dapat dipastikan hal buruk akan melanda mobil itu. Kebanggaan sebagai subyek yang menjalankan organisasi bernama BEM-FH tidak pernah akan didapat disebabkan BEM-FH secara kelembagaan sudah tidak memiliki “Moral Value” yang telah di “non-aktifkan” oleh pelaku/subjek itu sendiri.

Oleh: Randy “Orton” Hard
Edisi Juni 2009

Comments