Wewenang Penyadapan KPK haruskah dibatasi?

Pemutaran rekaman pembicaraan pengusaha asal jawa timur Anggodo Widjojo dengan beberapa pihak. terkait dugaan rekayasa terhadap terhadap dua pimpinan Komisi pemberantasan korupsi Bibit
Samad Riyanto dan Candra M. Hamzah benar-benar menghebohkan negeri ini. Betapa tidak, hanya seorang pengusaha mampu dengan mudahnya mengendalikan aparat penegak hukum. Dan hebatnya lagi orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan tersebut bukanlah orang sembarangan. Tetapi para petinggi kejagung dan juga polri.
Pemutaran penyadapan tersebut akhirnya berbuntut panjang. Beberapa petinggi kejaksaan kejagung dan polri yang diduga terlibat dalam pembicaraan tersebut lengser dari kursi masing-masing. Namun yang sangat menjadi sorotan adalah kewengan KPK itu sendiri terkait dengan penyadapan. Beberapa pejabat di negeri mulai gerah dengan kemampuan KPK dalam hal menyadap pembicaraan orang lain.
Keinginan untuk membatasi kewengan penyadapan yang dimiliki KPK mulai dilontarkan beberapa pihak. Terutama anggota dewan dan beberapa orang yang merasa dirugikan oleh kewengan KPK tersebut. Dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi III DPR dengan KPK.. Dalam rapat tersebut, sebagian besar anggota dewan mempertanyakan penggunaan kewenangan penyadapan oleh lembaga pemberantas korupsi itu. Mereka menganggap kewengan penyadapan yang dimiliki KPK terlalu luas.

kewengan penyadapan yang dimiliki KPK
Kewengan penyadapan yang dimiliki KPK di berikan oleh undang-undang no 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Yakni pasal 12 ayat 1 poin a. yang berbu:
"Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;"
Berdasarkan bunyi penggalan pasal tersebut sebenarnya sudah jelas bahwa KPK berwenang melakukan penyadapan terhadap orang-orang yang diselidiki.
Yang jadi masalah adalah ternyata dalam proses penyadapan ada pihak-pihak lain yang secara otomatis juga akan terkena penyadapan mengingat komunikasi yang disadap adalah komunikasi dua arah. Seperti halnya kasus di awal tadi. Meskipun yang disadap adalah anggodo. Tetapi pihak-pihak lain juga pasti tersadap.

Urgensi penyadapan
Meskipun ada beberapa orang yang tidak setuju dengan penyadapan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa teknik ini sangat efektif dalam mengungkap kasus-kasus korupsi terutama suap. Sebagaimana kita ketahui bahwa untuk membuktikan seorang pejabat telah menerima suap sangat sulit dibuktikan. Karena proses penyerahan suap dalam bentuk apapun tidak mungkin dicatat dalam dokumen resmi. Berangkat dari hal inilah sehingga tehnik mengungkap kasus korupsi bahkan kasus-kasus lain yang bukan korupsipun dengan penyadapan sangat efektif.

Pembatasan terhadap kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK perlukah?
"Kekuasaan yang tidak terbatas cenderung mendorong seseorang untuk melakukan penyimpangan"
Mungkin kalimat inilah yang pantas sebagai gambaran kekhawatiran para pejabat Negara kita saat ini akan kewengan penyadapan KPK. Banyak dari mereka menghawatirkan KPK akan menyalahgunakan kewenangan ini di masa mendatang. Sehingga sebagian dari mereka wewenang ini harus di batasi.
Kewenangan penyadapan ini tidaklah perlu dibatasi. Kenapa demikian? Pertama: penyadapan sangat efektif dalam hal sebagai bukti jika dokumen-dokumen tertulis sulit ditemukan
Kedua: objek penyadapan adalah orang-orang yang melakukan kejahatan. Sehingga tidak akan merugikan orang yang tidak melakukan kejahatan.

Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang (23 November 2009) malam merupakan pidato yang ditunggu oleh hampir sebagian masyarakat Indonesia yang masih peduli akan penegakan hukum di Negara tercinta. Tidak ada kata lain yang selain berantas habis mafia peradilan.
Ada kekecewaan tersendiri yang dirasakan setelah mendengar pemaparan Pidato presiden dengan berbagai penafsiran yang berbeda baik dari kalangan pakar politik maupun pengamat hukum yang konsen terhadap dinamisasi hukum di Indonesia.
Perseteruan antara lembaga kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang menyita fikiran banyak pihak bahkan kasus Bank century yang senyatanya harus segera diatasi, hampir tidak tersentuh.
Berbagai pendapat mucul atas Pidato yang dipaparkan oleh SBY terkait kasus ini.
Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya kasus ini diserahkan ke kepolisian dan ke pengadilan mengingat kepercayaan publik akan lembaga penegak hukum mulai surut sehingga akan terbongkar siapa sebenarnya mafia peradilan dan akan diproses secara hukum. Sebagian pakar juga berpendapat bahwa kasus ini harus segera dihentikan Karena masyarakat sudah lelah dengan segala persetuan yang tidak ada akhirnya.
Bagaimanapun seorang SBY selaku kepala pemerintahan harus mengikuti kehendak rakyat. Apa yang menjadi pertimbangan adalah pihak kepolisian tidak lagi memiliki bukti kuat dalam mempertahankan kasus ini.
Presiden selaku pejabat publik seharusnya mengedepankan dan menjalankan suara rakyat. Jangan sampai keluar kata-kata tidak ingin mengintervensi dan dianggap bukan kewenangan persiden. Ini menjadi sebuah tanda tanya besar ketika presiden membentuk tim 8 yang jelas telah melakukan intervensi terhadap penyelesaian kasus ini.
Anggodo yang seharusnya dapat segera diproses ternyata tidak tersentuh oleh hukum sama sekali bahkan dikawal oleh polisi. Kejaksaanpun berada ditangan Anggodo. Jika kemudian kasus ini diserahkan pada pihak kepolisian dan kejaksaan maka jelas tidak akan pernah ada akhirnya.
Dibentuknya tim 8 yang merekomendasikan untuk menghentikan kasus ini setidaknya segera dilaksanakan sehingga tidak ada kesan persiden hanya senang membentuk tetapi tidak mau melaksanakan hasil dari rekomendasinya.
Sebaiknya kasus ini tidak berlama-lama karena persoalan bangsa ini sudah menumpuk dan tenaga rakyat sudah terkuras. Persolan ekonomi, banjir dan Listrik sudah menunggu untuk segera diatasi.
Dipilihnya Presiden didasarkan atas janji-janji kepada rakyat Indonesia, Program 100 hari menjadi program yang dinanti sehingga perlu ketegasan dalam memutuskan berbagai persoalan sesegera mungkin dengan tepat, bahkan perlu orang-orang seperti Anggodo yang mampu mengatur jaksa, polisi dan pengadilan.
Apa yang di ucapkan dalam pidato presiden setidaknya dapat membukakan hati rakyat bahwa presiden tidak menghiraukan suara rakyat. Namun yang pasti bahwa bangsa ini adalah bangsa pemaaf. Jadi, pidato presiden masih akan ditunggu hanya saja jangan sampai pidato nanti semakin tidak jelas.


Oleh: hajattulloh

10/12/2009

Comments