Kekacauan sistem & lembaga di Indonesia sudah tercermin di dalam wajah legislatif & eksekutif yang berada di Universitas Trunojoyo. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa & merupakan
agen of change tidak mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya sendiri. Mereka meniru kebiasaan anggota legislatif maupun eksekutif yang ada di Indonesia.
BEM Sampai KABINET Sama Saja
Untuk Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) tidak jauh beda dengan eksekutif yang ada. Menghabiskan dana yang sekiranya tidak tepat. Ini berdasarkan kegiatan yang baru saja selesai kemarin. Diklat Kepengurusan yang diadakan di Malang merupakan sesuatu yang sangat ”gila” dan tidak rasional. Mengingat kepengurusan yang ada sudah menjalani masa satu tahun jabatan tapi baru diadakan kemarin. Apa saja kerja BEM FH di awal masa jabatannya? Sebenarnya acara tersebut bagus tetapi penempatan waktu yang tepat membuat acara tersebut menjadi bahan lelucon dan cemoohan mahasiswa. Terlebih acara itu dilakukan diluar kampus, padahal bisa saja acara tersebut diadakan di dalam kampus. Apa motif dibalik semua ini? Apakah hanya untuk menghabiskan anggaran sekaligus jalan – jalan atau sekedar membuat kegiatan karena sudah kehabisan ide? Pintarnya, mereka mengajak segenap anggota UKM-FH untuk ikut serta dalam acara tersebut agar membungkam suara miring yang berkembang di BEM FH.
Bisa saja perombakan struktur yang ada di dalam tubuh BEM FH menjadi alasan perlu diadakannya diklat kepengurusan yang memang mayoritas dari struktur yang baru adalah mahasiswa baru. Tetapi perlu diingat bahwa BEM FH bukan tempat untuk tempat magang karena sistem pemerintahan mahasiswa Fakultas Hukum dipertaruhkan disini. Jika ingin belajar dan berproses bukan di BEM tetapi di UKM. Bagaimana jika pemerintah kita diisi oleh orang – orang yang belajar melakukan tugas – tugas eksekutif? Pelibatan mahasiswa baru dalam jajaran Pengurus BEM akibat tidak berminatnya mahasiswa yang ”berpengalaman” untuk masuk ke dalam Pengurus BEM dikarenakan sudah mengetahui kondisi BEM FH.
Bila ditarik kebelakang, sedikit sekali agenda kerja BEM FH yang sudah terlaksana. Ada kegiatan tapi itu pun merupakan rutinitas dari BEM sehingga tidak ada yang baru. Mulai dari Masa Pembinaan Mahasiswa Baru (MABINWA), Bakti Sosial (Baksos), Seminar Regional, dan Diklat Kepengurusan. Terlebih Seminar Regional tidak bisa dikatakan murni dari BEM FH karena bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum (DPM-FH). Melihat kondisi seperti ini membuat kegiatan yang dilakukan oleh BEM FH bersifat Monoton. Cenderung bisa dikatakan miskin kreatifitas. Dalam penyikapan permasalahan di dalam fakultas pun kurang bisa diandalkan. Misal saja dana IKOMA (Ikatan Orang Tua Mahasiswa) yang dibiarkan begitu saja, masalah fasilitas fakultas yang terabaikan. AC yang berada di Sekret Bersama terbengkalai pun tidak ada tindak lanjutnya (masuk dan bersihkan Sekret saja tidak pernah mau mengurus fasilitas sekret). Seperti halnya pemerintah yang kurang respect terhadap permasalahan jika tidak ditegur tidak akan bertindak. Janji manis ketika masa kampanye BEM FH belum terealisasi yaitu memberikan tiap - tiap UKM-FH seperangkat komputer.
Kabinet tidak jauh beda sifatnya dengan pemerintah kita. Bersama DPM melakukan studi eskursi ke Jakarta dan IPB. Hasil dari sana belum ada tindak lanjut maupun sosialisasi kepada mahasiswa karena yang digembar – gemborkan hanya pamflet yang menginformasikan kalau mereka masuk televisi dalam suatu acara di salah satu stasiun televisi swasta. Jika hanya ingin mempromosikan kampus ini dengan cara seperti itu tidaklah akan melekat di hati. Seharusnya promosi yang bagus dan mengena yaitu ketika kita mampu mencuri perhatian publik dengan prestasi – prestasi yang telah kita buat di kejuaraan Nasional maupun daerah. Jika kita hanya promosi untuk datang dan berkunjung saja, mereka tidak akan terkesan dan cenderung melupakan karena banyak juga yang datang kesana.
Dewan Perwakilan yang Impoten
Dewan perwakilan mahasiswa baik di pusat maupun di Fakultas Hukum kurang bisa menjalankan tugasnya secara baik. Lembaga mahasiswa yang bertugas mengawasi kinerja lembaga eksekutif kampus tetap membisu melihat kondisi BEM maupun Kabinet seperti sekarang ini. Tidak ada pengawasan terhadap rekomendasi yang dulu pernah dibuat saat Kongres. Apakah rekomendasi ini hanya dijadikan sebagai acara ceremonial belaka. Apalagi sudah satu tahun masa kerja dewan tidak pernah meminta laporan kepada BEM ataupun Kabinet. Parahnya DPM pusat masih saja bergelut dengan masalah internal lembaga. Mulai dari sulitnya berkumpul untuk membahas masalah internal sampai penurunan Ketua DPM yang diganti dengan Dua Ketua DPM yang baru. Mengenai masalah berkumpul untuk membahas masalah internal DPM Pusat diakui oleh salah satu anggota DPM yaitu Mahmud Zamzami yang menjelaskan bahwa semua anggota DPM telah dihubungi dan dijemput untuk mengikuti rapat tetapi yang datang hanya tujuh anggota yang hasilnya DPM Pusat sekarang memiliki 2 Ketua Umum. Ternyata inkosistensi komitmen untuk menjadi wakil rakyat sudah bisa ditemukan di kampus ini, makanya tidak heran jika ada wakil rakyat yang tidak konsisten. Waktu jadi mahasiswa saja sudah tidak konsisten apalagi kalau sudah menjadi wakil rakyat sungguhan.
Oleh : Faron
Edisi Juni 2009
Oleh : Faron
Edisi Juni 2009
Comments