VoL, FH-UTM -
Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2014 kemarin pagi (9/10/2017) secara serentak
berkumpul di depan Gedung Fakultas Hukum
menyuarakan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Mitra Masyarakat yang dinilai
bermasalah. Beberapa kejanggaralan yang disuarakan diantaranya adalah tidak adanya
legalitas program, anggaran, sosialisasi pemilihan program kabur, dan tanggung
jawab fakultas terhadap kejadian pencurian pada salah satu kelompok. Dari
beberapa permasalah yang terjadi, para mahasiswa menuntut pimpinan fakultas
untuk bertanggungjawab dan menghapuskan PMM.
Aksi mahasiswa
angkatan 2014 yang dikoordinir oleh Jupri menuntut Dekan mau bicara dan
menjawab semua permasalahan dalam PMM. Aksi yang sempat diwarnai dengan
pembakaran ban di depan gedung, sehingga menjadikan alasan Nunuk Nuswardani
sekalu Dekan enggan menemui demonstran. Awalnya Dekan melalui Fauzin, selaku Wakil
Dekan II mengajak perwakilan mahasiswa masuk ke Ruang Sidang Utama untuk
membahas permasalah yang menjadi tuntutan. Namun, segenap demonstran menolak
dan tetap menuntut Dekan sudi menemui di luar ruangan. Dengan dimatikannya
pembakaran ban, akhirnya Dekan bersama beberapa pimpinan mau menemui para
mahasiswa yang berada di luar ruang Dekanat Fakultas.
Legalitas PMM
Jupri, selaku
koordinator lapangan mengungkap kejanggalan para mahasiswa terkait Legalitas
PMM secara bukti tertulis. Selain legalitas, ia juga mengutarakan Dosen
Pembimbing Lapangan ataupun pimpinan hanya menunggu aduan dari mahasiswa jika
terdapat kendala di palangan. “Dekanat dan panitia hanya menunggu bola di
lapangan,” ujarnya.
Di depan para
mahasiswa, Nunuk Nuswardani menjelaskan bahwa PMM diadakan agar mahasiswa mampu
membidangi hukum yang terjadi dalam masyarakat. Ia menganggap bahwa apabila
mahasiswanya mengikuti kuliah kerja nyata (KKN) bersama fakultas lain di
universitas, menjadikan tidak efektif untuk mahasiswa hukum. “PMM ada untuk
mewadahi kegiatan lapangan yang khusus Fakultas Hukum,” tutur Dekan Fakultas
Hukum tersebut.
Perihal
legalitas yang ditanyakan mahasiswa, Tolib Effendi selaku Wakil Dekan I
mengatakan pihak fakultas sudah
melakukan audiensi dengan Rektor dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPM) Universitas Trunojoyo Madura. Ia menjelaskan bahwa pada konsep
awal, Fakultas bekerjasama dengan Komisi Yudisial untuk memantau peradilan yang
ada di Madura. Fakultas pun telah membuat buku pedoman pada tahun 2016 yang
menjadi bukti sahnya PMM sebagai kegitan perkuliahan. Namun, tidak efektifnya
pelaksanaan PMM tahun lalu membuat fakultas mengubah konsep pelaksaan tahun
ini. “PMM sah secara legalitas,” tegasnya.
Dalam hal legalitas
PMM, Fauzin menambahkan bahwa PMM telah
masuk dalam transkip nilai mahasiswa sehingga PMM telah legal. “Sudah ada bukti
dengan masuknya nilai (PMM ) dalam transkip yang ditempuh mahasiswa selama
perkuliahan,” jelas Wakil Dekan II itu.
Anggaran PMM
Meningkat Lebih dari 5 Kali Lipat
Legalitas PMM
berpengaruh pada anggran dana yang digunakan. Fakultas memberikan anggaran PMM sebesar
48 juta rupiah. Namun, kejelasan penggunaan anggaran tidak diberikan rincian
dengan jelas oleh panitia pelaksana PMM. Hal berbeda dikatakan Nurus Zaman
selaku Kepala Laboratorium Hukum Klinis ketika pembekalan PMM pada (4/9/2017).
Ia mengatakan bahwa anggaran tahun lalu berkisar pada 9 juta dan tahun ini bisa
meningkat. Namun, pada saat terjadinya aksi ini Nurus Zaman yang juga sebagai
Ketua Penyelenggara PMM tidak ada di Fakultas karena sedang di Jakarta.
Kejalasan
penggunaan anggaran tidak bisa dirincikan Pimpinan. Fauzin selaku Wakil Dekan
yang bertanggungjawab dalam administrasi Fakultas mengatakan tidak dapat
memberi kejelasan penggunaan anggaran, “jika butuh transparasi, silakan hubungi
pengelola (Nurus Zaman),” tegasnya di depan para mahasiswa.
Selain anggaran
dari fakultas, Wakil Dekan II mengatakan PMM bisa memperolah anggaran dari LPPM.
Fauzin secara tegas mau membantu menuntut dana dari universitas. “Kumpulkan
tanda tangan peserta, saya siap menemani ke Rektor,” tegas Wakil Dekan II
Fakultas Hukum tersebut.
Kekaburan
Sosialisasi PMM dan Pencurian yang Terjadi
Terhadap
kebingungan mahasiswa dalam memilih KKN atau PMM yang harus ditempuh mahasiswa,
Tolib Effendi mengatakan tidak pernah melarang mahasiswa untuk memilih antara
keduanya. Terbukti dengan adanya dua kode mata kuliah yang tersedia saat
pengisian Kartu Rencana Studi, “silakan memilih KKN atau PMM,” tuturnya di
depan para mahasiswa.
Beberapa mahasiswa
juga dikeluhkan dengan kejadian pencurian yang dialami Kelompok 2. Survei
tempat yang dilakukan secara mendadak menjadi sorotan serius, sehingga tempat
PMM tidak ada jaminan aman dan kondusif. Rina Sri selaku mahasiswi yang menjadi
korban pencurian mengaku sudah melapor kepada ketua penyelanggara PMM, tetapi tidak
ada tindak lanjut. “Kami sudah menghubungi bapak Nurus Zaman, tetapi jawabannya
‘mohon bersabar dan lebih berhati-hati’,” ungkapnya kepada Dekan dan seluruh demonstran.
Pada akhir aksi
yang dilakukan, demonstran menuntut adanya tindak lanjut setelah aksi ini
dilakukan. Fauzin, yang menjadi moderator antara mahasiswa dan Dekan menjamin
akan adanya tindak lanjut secepatnya. Ia juga memanggil para mahasiswa yang menjadi
korban pencurian selama kegiatan PMM berlangsung. Dalam penutup Fauzin
mengatakan, “forum lanjutan akan diselenggaran dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya.”
Tri Samsudin
Marjuki