Negara yang diperjuangkan mati-matian oleh pejuang masa kemerdekaan dan
sangat dicintai pun dibanggakan telah dikhianati juga dirusak oleh seorang
atau kumpulan orang yang tidak bertanggung jawab, padahal orang tersebut adalah
pilihan dari rakyat, merupakan penyambung lidah dan aspirasi rakyat.
Indonesia adalah negara dengan sistem demokrasi, yang idealnya sistem
domokrasi dapat mengatur dan mengkontrol aktor-aktor politik di dalamnya.
Demokrasi sendiri baru lahir di tahun 1999, selepas pemerintahan orde baru,
namun lebih tepatnya dan baru layak disebut negara demokrasi ialah masa
terpilihnya SBY sebagai Presiden yakni di tahun 2004. Kelihatan lebih ketara
dan semakin jelas alur berdemokrasi. Jadi bisa disebut Indonesia baru belajar
bagaimana berdemokrasi.
Sebenarnya jalan Indonesia menuju jalan sistem demokrasi yang terbaik masih
proses dan jalan yang dipilih sudah benar. Karena rakyatnya sendiri mulai
menyadari dan memahami, bahwa kekuatan politik yang sesungguhnya ada di tangnnya.
Sehingga para aktor yang berlenggang dipanggung politik tidak lagi bisa
menjalankan tugas dan kewenangannya dengan cara sembrono dan ngawur. Bukan lagi
oposisi jadi pengawas tapi rakyatlah yang seharusnya menjadi ancaman
kedudukannya.
Sebenarnya telitikan partai, sebagai wadah dalam pencalonan dalam memilih
kadernya yang akan diajukan ke kursi-kursi pimpinan? Memilih pimpinan yang
berkualitas memang penting. Tapi yang lebih penting apakah yang dicalonkan itu
memiliki kualitas dan kuantitas yang rakyat butuhkan?
Sampai-sampai yang terpilih adalah calon koruptor. Sejak kecil, sudah tak
asing dan sering dengar jika mendengar kata korupsi. Bahwa sesuatu yang buruk
akan mengikuti bagi siapa saja yang tergoda melakukannya.
Rakyatnya sudah baik, bayar pajak sudah sesuai tanggal dan tarif. Bayarpun
untuk bangun negara ini. Terkejut ketika yang dipilih lewat cara berdemokrasi
ternyata masih belum bisa dipercaya. Padahal yang memilih sudah percaya dengan
sepenuh hati. Apakah yang berdasi itu tidak malu jika korupsi? Yang maling
dipukuli, yang korupsi di borgol naik mobil pribadi.
Karena dengan uang yang hilang akibat korupsi, banyak hal yang bisa kita
lakukan. Bisa bangun jalan tol dengan ribuan kilometer, bangun rumah sakit yang
memiliki standar nasional dan menyebar di seluruh penjuruh wilayah Indonesia.
Jika dibandingkan dengan pembangunan yang kurang, ada yang lebih dirugikan
akibat hal tersebut, yaitu rakyat. Rakyat tidak lagi percaya pada para pemimpin
yang ada dijajaran pemrintahan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jangan-jangan
karena uang adalah bahasa kalbu.
Dengan tidak adanya keadilan di depan mata dan kemiskinan yang tak kunjung
teratasi, masyarakat akan memiliki sikap yang skeptis dengan segala peraturan
dan kebijakan yang dibuat oleh para petinggi.
Ibarat mahasiswa, sebagai pemerintah dalam menjalankan tugasnya juga akan
mendapatkan suatu penilaian. Indonesia sendiri mendapatkan nilai IPK yaitu
Indeks Presepsi Korupsi. Nilai jeleklah yang sering didapat oleh negara ini.
Bahkan dipemilu nanti masih banyak para mantan koruptor yang bisa tatap jadi
caleg lagi dipemilu. Sebenarnya ada apa dengan Indonesia.
Apakah di Indonesia tidak ada lagi calon yang bersih dari sifat korupsi,
sehingga para koruptor itu dicalonkan kembali? Nyatanya masih banyak yang
bersih dan belum menjamah yang bukan miliknya. Apakah sudah sebobrok itu
pemilihan Indonesia hanya gara-gara tilep-menilep uang rakyat? Katanya yang
makan uang itu “Hmmmmm.......Lumayan,”.
Wujud asli yang telah didapat, Indonesia mendapatkan peringkat ke-3 dalam
prestasi negara terkorupsi terbanyak se-ASEAN. Dan peringkat 90 sedunia.
Peringkat yang didapat itu karena negara ini telah kehilangan banyak uang
triliunan rupiah cuma gara-gara korupsi.
Memang, melihat berbagai berita korupsi yang bertebaran dan meraja lela di
media cetak maupun di media online
sekarang ini, kita tidak akan merasakan dampaknya secara langsung. Uang yang
hilang itu bisa digunakan untuk menyekolahkan puluhan ribu anak untuk bersekolah
dari dasar hingga dapat gelar.
Lantas bagaimana cara mengatasi korupsi ini. Walaupun tidak bisa mengontrol
para aktor tikus yang ada di negara ini, tapi jika di tanya cara terbaik buat
mengatasinya, kita bisa mencontoh negara-negara yang sedikit populasi tikusnya.
Seperti Finlandia dan Singapura yang selalu menanamkan nilai bahwa orang jujur
itu selalu menang. Juga seperti Hongkong yang mengajari dan mendorong warganya
dalam mengendus dan mencium bau-bau tindakan korupsi dan selalu mengajarkan
bagaimana cara melaporkannya.
Sebenarnya adakah cara yang paling ampuh untuk membunuh sikap menghilangkan
uang rakyat dari tempatnya? Yaitu dengan mengawasi aliran dana negara dan
mendukung lembaga-lembaga anti korupsi, semua itu hanya untuk membentuk
pemerintahan yang sifatnya acuntable
dan balance. Karena intinya jadi terbuka
adalah solusinya.
Itu adalah langkah kecil yang bisa kita lakukan sebagai rakyat yang hanya
bisa memilih dan menonton mereka dipanggung politik dan jabatannya. Dan dengan
hal tersebut kita bisa mengangkat senjata untuk melawan tikus yang ada. Agar
negara ini bisa membangun lebih banyak sekolah, membangun internet di pedesaan,
menyelamatkan orang yang terpaksa meninggal akibat tidak bisa membayar
perawatan dan bisa bangun infrastruktur yang tidak hanya di Jakarta, atau bahkan
bisa sampai Sabang hingga Papua. Mari kita ikut debatin cara dan mencari solusi yang tepat dalam mengatasi korupsi
ini yang telah mengakar pada pohon rindang milik nusantara ini.
Oleh: Erika Juliatin
Comments