Judul
Buku : Permata Dalam Lumpur ( Merangkul Anak-Anak Pelacur Dari Lokalisasi Dolly)
Penulis : Satria Nova
dan Nur Huda
Tahun Terbit : 2011
Penerbit :
PT Elex Media Komputindo
Tebal Buku : 211
Halaman
ISBN :
9786020011479
“Dolly
memang tempat maksiat. Entah apa yang
membuat mereka nekat melakukan perbuatan nista seperti
itu. Kemiskinankah?
Nalurikah? Sudah
hilangkah rasa malu yang ada
dalam diri mereka? Dolly,
kau sudah ditutup dan tergusur”
Jika
mendengar kata Dolly orang sudah tidak asing dengan istilah tersebut. Namun, tidak
banyak masyarakat luas mengetahui secara pasti
seperti apakah perawakan dari pada
kawasan lokalisasi
Dolly itu sendiri. Yang konon, katanya
terbesar diseantero Asia Tenggara. Memang
benar,
adanya anggapan, daerah paling prestisius
salah satunya adalah
kota Surabaya. Bukan karena adanya sesuatu yang dibanggakan seperti kebudayaan
lokal yang harus dilestarikan, tidak. Melainkan
sesuatu hal yang sebenarnya tidak pantas untuk dibanggakan sama sekali apalagi
dilestarikan. Perlu diketahui Dolly merupakan
tempat bisnis esek-esek yang mempunyai
manajemen paling baik yang pernah ada. Bagaimana tidak, layaknya sebuah bisnis
halal mereka menjalankannya dengan sangat professional dengan banyak melibatkan
lapisan masyarakat sekitar untuk ikut mensukseskan usaha tersbut.
Dalam
bisbis itu mereka mempunyai aturan waktu yang
menandakan para kupu-kupu malam siap untuk bekerja, yaitu dibuatnya bunyi bel 4
kali. Pertama setiap jam 5 sore yang bisa terdengar oleh masyarakat kawasan Dolly,
yang tandanya jam masuk “kantor” juga tanda sebelum bel kedua dibunyikan tidak
ada suara karaoke dinyalakan. Juga ada jeda waktu pemberhentian karaoke
beberapa menit sebagai bentuk menghargai adzan yang berkumandang. Bel
kedua dibunyikan sekitar jam 7 malam
pertanda bahwa suara musik karaoke boleh dinyalakan dan diperdengarkan. Sesaat
setelahnya, setiap wisma berlomba-lomba dengan cara kupu-kupu malam itu
menyanyikan lagu, untuk menari pelanggannya dan juga tanda
bahwa setiap wisma harus siap siaga karena tamu akan segera banyak berdatangan.
Bel
ketiga, dibunyikan sekitar pukul 1 dini hari. Tanda bahwa tidak boleh lagi ada
suara musik karaoke yang menyala. Namun
bukan berarti semua aktifitas berhenti melainkan tetap berlanjut karena memang
semua wisma yang ada menawarkan jasa selama 24 jam nonstop. Miris bukan ketika mengetahui semua fakta tersebut. Mereka
mengerti, namun masih saja tetap
duduk terdiam dan seolah tidak menghiraukan.
Kemudian, apakah sulit untuk
membedakan mana tempat wisma dan rumah warga
biasa? Sudah barang tentu,
mengenai hal itu sangatlah mudah sekali! Mereka sangat pandai untuk tidak
membiarkan para penjajah cinta itu kebingungan, dan salah masuk bangunan. Ada plang dari besi tertulis “Anggota TNI
dilarang masuk di tempat
ini” yang dimaksud adalah WISMA. Dan ada plang
dari kayu yang ada didepan pagar masing-masing
bangunan “Rumah Tangga” yang dimaksud adalah rumah warga masyarakat biasa, yang sama
sekali mereka tidak ikut menjajah modal
cinta. Namun, ikut mengambil keuntungan lain dari pada bisnis esek esek itu. Dengan bekerja sebagai
tukang parkir, penjual makanan dan lain sebagainya. Jika sudah seperti ini,
bisa dibayangkan,
apakah mereka mau behenti dan bagi warga disekitar untuk menuntut bisnis ini
ditutup? Tentu
tidak mau, karena memang ada simbiosis mutualisme diantara mereka.
Terdapat
pembagian blok dikawasan Dolly, yang merupakan contoh
menajemen yang baik. Yang tersebar di tiga blok yaitu, blok A, blok B, blok C. Dimana terdapat
perbedaan tarif yang dipatok untuk para penjajah cinta ini. Yang patokan
harganya disesuaikan oleh tingkat kenyamanan, fasilitas yang diberikan, dan
servis yang memuaskan. Berikut pemaparan rincian
tiga blok tersebut.
Di blok A merupakan kawasan eksekutif. Dari segi tempat, blok A cenderung lebih
besar tertata, perempuan yang dipekerjakan lebih cantik. Di tempat inilah bisa kita
jumpai makelar, orang yang mencarikan pelanggan untuk para kupu-kupu malam.
Jika di blok B kawasan bisnis, semuanya serba relatif baik dari segi tempat,
fasilitas, dan servis yang diberikan. Dan di blok C merupakaan kawasan ekonomi.
Dari segi tempat cenderung lebih kecil dan tidak terlihat mewah. `
Diantara
tiga blok ini saling bersaing dengan cara mereka masing-masing untuk menggaet para pelanggan. Perlu
diketahui bahwasanya mereka bekerja sudah selayaknya di dalam perkantoran pada
umunnya. Mereka mempunyai seragam yang mereka gunakan setiap kali bekerja.
Mereka juga punya
body guard yang biasa berjaga di depan setiap wisma per
bloknya. Yang terekenal di blok B ketika mendapati seseorang yang berjalan kaki
mereka akan menyeret paksa, karena sekalipun tidak mempunyai uang siapapun bisa
masuk dan untuk ikut mencicipi bisnis esek esek ini.
Kemudian bagaimana dengan uang yang
merek dapatkan. Jika masyarakat yang tidak ikut didalam bisnis esek-esek ini
juga mendapatkan keuntungan juga. Karena ada simbiosis mutualisme diantara
mereka semua. Menurut fakta dalam buku
ini. pejabat katanya juga ikut secara
terselubung
merasakannya, keuntungan yang jika dinominalkan setiap harinya adalah jutaan.
Lebih-lebih juga anggota perlindungan masyarakat uang yang diperoleh dari
pengunjung yang bayar. Katanya digunakan
untuk uang keamanan. Dan tak kalah mengherankan aparat tingkat musywarah
pimpinan kecamatan juga sama. Bagaimana jika seperti ini, siapa yang seharusnya
kita salahkan? Semua orang-orang yang
ada disekitar kawasan tersebut memang dengan terang-terangan membenarkan dan
setuju jika bisnis itu dilakukan
dikampung mereka.
Jika
ada pertanyaan apakah mereka mau menjadi kupu-kupu malam? Menurut fakta yang
dijelaskan mereka yang menjadi,
adalah korban, modus dari mucikari yang katanya
akan memberikan pekerjaan yang layak dan mendapatkan gaji yang besar, juga tak sedikit dari mereka adalah korban Human Traffikicking. Juga ada dalam hati nuraninya yang
memang ingin menjadi upu-kupu malam. Entah apa sudah dari hati nurani mereka
sehingga berkeinginan menjadi kupu-kupu malam. Akan tetapi, jika dilihat dari
sudut pandang teori kriminal. Kegiatan bisnis ini termsuk kedalam jenis
klasifikasi karena faktor ekonomi. Benarkah seperti itu? Yakin?.
Bisa
saja karena juga dari hasil interview dalam buku ini,
mereka pernah ada yang berfikir untuk berhenti. Bahkan sudah berhenti
dari pekerjaan yang sebenarnya,
hati nurani dan tubuh mereka menolak. Tapi nyatanya banyak juga yang tidak bisa
meninggalkan pekerjaan itu, dan terpaksa kembali untuk bekerja sebgai penjaja cinta.
Karena faktor ekonomi, adalah sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghasilan yang banyak, seperti dipekerjaan sebelumnya. Juga adanya seorang
anak yang lahir dari pernikahan yang sah .Adik, saudara, dan orang tua
dikampung yang harus mereka kirim uang untuk biayai sekolah, makan setiap
harinya. Dan sebagian dari merreka
adalah
sebagai tulang punggung keluarga. Serta karena mereka
mayoritas memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga mereka tidak
ada skill yang memumpuni guna
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dan keluar dari pekerjaan haram itu.
Kita
tidak boleh sepenuhnya menyalahkan
mereka karena apa. Hal tersebut terjadi bukan atas kehendak hati mereka, lantas
apakah mereka berdosa dan bagaimana dengan mereka yang datang untuk meminta
jasa mereka? Walaupun mereka tidak menyukainya, akan tetapi mereka harus tetap
tersenyum didepan mereka. Dan apa kabar
anak yang ada disekitar mereka yang tak lain, darah daging mereka sendiri?
Semua
pertanyaan ini hanya sebagian saja, mungkin saja masih banyak terbesit dalam
benak orang diluar sana. Jawabanya adalah, tidak pasti. Karena semua orang atau
masyarakat diluar sana memilki pandangan yang berbeda. Namun menurut diri
pribadi, mereka yang menjadi dan menggunakan mempunyai alasan sendiri. Yang
mungkin kita tidak bisa menganggapnya hal yang gamblang. Karena seperti kita
ketahui hal tersebut merupakan perbuatan tidak baik dan dilarang didalam agama.
Namun, terlepas dari semua alasan yang mereka lontarkan kemudian tidak pantas untuk menjadi pembenaran
atas kenyataan yang ada diri
pribadi juga setuju akan hal tersebut.
Akan
tetapi, tidak berarti kita mengucilkan, menghina, dan ,mengolok-olok ,memandang
rendah mereka karena sejatinya. Mereka butuh bimbingan, guna menyadarkan mereka
akan dampak yang akan diterima akan perbuatan mereka. Mereka juga makhluk tuhan,
mereka pantas menerima perlakuan selayakanya manusia normal lainnya. Bukankah manusia yang baik adalah manusia
yang bisa bermanfaat bagi manusia yang lain. Mari bersama-sama merangkul
mereka, terlebih untuk adik-adik yang menjadi korban perbuatan orang tuanya.
Seperti yang sudah kakak satria dan kak huda dan teman-temannya, yang merupakan
relawan dan para aktivis yang langsung terjun dan turun tangan.
Untuk
berjuang masa depan adik-adik di kawasan
lokalisasi Dolly. Karena mereka tahu, dari kecil lahir dan tumbuh dilingkungan tidak
sehat untuk anak kecil. Mereka yang terbiasa dengan hal-hal berbau porno,
minuman keras, transaksi narkoba dan lainnya. Memang mereka tak memgerti maksud
dari itu semua. Karena ibunya yang tidak mau mengajarkan dan memberikan
pendidikan yang layak dan baik. Sehingga terkesan mereka tidak menghiraukan
masa depan anaknya. Pastilah mempengaruhi otak, mereka yang tak lain juga pada
tingkah laku, sikap, dan moral anak tersebut.
mereka juga butuh pendidikan moral, sosial, dan agama yang baik.
Sekalipun itu dilakukan oleh orang luar, yang bukan keluarganya sendiri.
Seorang ibu yang seharusnya menjadi madrasah pertama untuk anak-anaknya.
Tidak
perlu saling menyalahkan, namun haruslah bersama-sama untuk merangkul mereka.
Ajarkan, berikan, bimbing semua yang mereka butuhkan seperti manusia (anak) yang sama dengannya. Tidak selamanya
dibenak mereka untuk sepanjang umurnya menjadi kupu-kupu malam, mucikari, gigolo, purel, germo
dan jenis lainnya dari mereka. Buktinya pak Kartono
yang dulunya memilki pekerjaan yang baik dengan keahliannya, dan entah alasan
yang pasti beliau menjadi mucikari dikawasan lokalisasi Dolly, dan singkat
cerita lambat laun berubah dan sadar serta bertobat. Beliau juga seorang
perintis daripada taman baca yang dijadikan, tempat menimba ilmu bagi adik-adik
dari si kupu-kupu malam. Juga tempat para relawan dan aktifis lainnya mengajar
dengan tulus, semangat, dan ikhlas. Bukankah sudah menunjukkan didalam hati
nurani mereka masih ada sisi manusianya.
Terima
mereka, karena mereka masih mempunyai harapan untuk berubah menjadi manusia
yang sebenar-benarnya manusia. Karena yang berkata seperti ini bukanlah manusia
melainkan Tuhannya Manusia.
Kalimat
penuh ispiratif pun tersurat dalam buku ini untuk
jadikan semangat untuk kita berani melakukannya walupun itu hal kecil dan
sendirian. “Do
a little thing but do right here, right now, not tomorrow but today!”
Oleh:
Shelvia Noviandani
Tags
Resensi