DPR: DEWAN PEMBERANTAS RAKYAT

         
        
Negeri kami tengah kurang waras. Hari ini pula para rakyat tertindas oleh kaum kapitalis. Rakyat telah kepepet dengan demokrasi yang telah dikebiri yang dibabat habis. Tanah-tanah para leluhur kelak habis sebab pemerintah yang apatis.  Hingga negara bukan lagi tempat yang aman untuk mengadu, salah sedikit sikat, bisa kriminalisasi, dan berakhir di bui.

Disana ada wakil rakyat katanya, ia sedang menenteng tas kulit mahalnya dan menunggangi mobil keluaran terbaru. Terburu-buru untuk masuk kedalam gedung DPR, mau rapat katanya. Mau menyuarakan kepentingan rakyat, rakyat dari kepentingan golongan maksudnya. 

Terlihat bagaimana anggota dewan  yang banyak menerima kepercayaan tengah duduk santai tertidur lelap di ruang rapat setelah perut kenyang menerima jatah konsumsi. Perutnya mulai buncit hasil dari uang yang tak jelas dari mana berada. Tidur saat membahas kepentingan rakyat dan bangun saat bagi-bagi komisi uang keuntungan proyek. 

Namun marwahmu kini sudah tak kokoh. Tugas sebagai aspirator penyambung lidah rakyat gagal total. Kini nasibmu tak ubahnya sebagai “Dewan Pemberantas Rakyat”. Pemberangus demokrasi dan kebebasan. Penindas negeri sendiri, berusaha jadi maling berdasi yang duduk di negeri pimpinan. Rakyat segera mati dalam lumbung padi sendiri, gelandangan akan tendang dari kolong-kolong. 

Para politisi baik Jokowi selaku Presiden dan seluruh anggota dewan telah membuat kebijakan mamandulkan hukum itu sendiri. Hukum untuk siapa? Jawabnya untuk para penguasa dan eliet pimpinan yang mengatur. 

Lewat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 05/PUU-IX/2011, KPK adalah lembaga yang independen. KPK lahir dari Reformasi 1998 untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Lahir dari tidak kepercayaan dari Kepolisian dan Jaksa dalam penuntutan. Sedang kini dilemahkan, ia berusaha dilucuti kewenanganya dan dikebiri dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Tak dapat bergerak, habis sudah riwayat Komisi Anti Korupsi ini. Tamat sudah penegakan korupsi di negeri ini. 

Tidak puas dengan Revisi KPK, masih ada rencana Revisi KUHP yang pembahasanya terkesan dipaksakan dan masih prematur,  kejar target tahunan. Revisi KUHP adalah langkah mundur dalam rezim ini. Kritik terhadap Presiden dapat dikriminalisasi atas dasar penghinaan terdapat Presiden dan wakilnya atau pemerintah bila UU ini berhasil disahkan. 

Rakyat disuruh bungkam terhadap segala kedzaliman dan kebatilan yang tengah kini dialami. Kebebasan Pers dan berdemokrasi luntur pula dengan terkait larangan penghinaan pemerintah, penyebaran berita bohong, penghinaan terhadap unsur-unsur lembaga negara. Kini Indonesia sedang tidak waras. KPK dilemahkan, hutan dibakar, Papua ditindas, tanah untuk kaum pemodal kapitalis, privasi terancam, petani digusur, dan demokrasi dikebiri. 

Hutan di Riau yang terbakar namun kenapa KPK yang dipadamkan. Rakyat yang bergerak ditikam dan dipadamkan lewat aparat yang bertindak. Rakyat disuruh tunduk dan bungkam. Reformasi telah dikorupsi, dibasmi oleh para rezim yang korup. 

Kasus HAM pula masih mengendap, tuntutan ini bergema masih ada sampai detik ini. Pihak keluarga hanya bisa meradang dan menagih janji terhadap Presiden jokowi untuk menyelesaikan kasus HAM. Saudara kita di Papua pula bergejolak, Papua juga bagian dari kita, kita saudara, dan satu kesatuan dari bangsa kita jangan diintimidasi apalagi dikriminalisasi.

Tidak ada lagi tempat untuk bernaung dan mengadu, kecuali Tuhan yang sampai detik ini kita yakin Tuhan tidak tidur.

Oleh: Bingar Bimantara

Comments