“Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.” -Bung Karno
Korean Wave atau Demam Korea sudah menyebar di berbagai negara salah satunya Indonesia. Hampir semua kalangan menyukai hal-hal berbau Korea seperti musik k-pop dan drama Korea mulai dari remaja hingga orang dewasa. Banyak yang kemudian memuja-muja idol mereka salah satunya yaitu Jungkook BTS. Mirisnya banyak dari kita yang rela melakukan hal –hal yang menurutnya “demi” kecintaan pada seorang idol.
Tidak sedikit dari kita yang rela mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang, sudah tentu tidak murah maupun untuk membeli tiket konser dari idolanya. Bahkan rela berdesak-desakan dan menunggu berjam-jam hanya demi melihatnya. Belum lagi para pencinta drama Korea yang rela menghabiskan waktunya berjam-jam hanya demi menyelesaikan perepisodenya.
Miris, rasanya generasi muda sudah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Karena lebih memuja idola luar dibanding bangsa ini sendiri. Terlihat jelas dari kesukarelaan dalam hal menonton drama Korea berjam-jam maupun berdiri berjam-jam menonton koser idola, sedang untuk upacara saja banyak mengeluh kepanasan, pegal dan lain sebagainya.
Tidak sedikit juga yang sampai rela belajar bahasa dan budaya Korea agar bisa lebih paham dan bisa menggunakannya saat bertemu idola. Mirisnya, kita seringkali mengeluh enggan mempelajari sejarah dan budaya bangsa sendiri. Ditambah menganggap hal itu terlalu membosankan dan sama sekali tidak menarik.
Masih juga yang menganggap remeh budaya sendiri hingga dengan mudah melupakan dan lebih memilih budaya Korea. Abai-mengabaikan terhadap kerapuhan budaya Indonesia dengan segala keberagamannya dilanjutkan acuh terhadap hal-hal yang mengancam kesatuan Indonesia.
Pengakuan jati diri sebagai anak tanah Indonesia tetapi lebih mencintai budaya luar, apa itu yang disebut cinta tanah air? Bahkan hanya untuk upacara bendera yang tidak memakan waktu ber jam-jam saja mengeluh kepanasan, pegal dan lain sebagainya. Padahal tugas generasi saat ini tidak sulit, hanya mencintai budaya Indonesia dan menghargai segala bentuk keragaman dengan menekankan sikap toleransi. Bukankah sangat jauh berbeda dengan para pendahulu yang harus mengorbankan jiwa dan raga demi tetap bertahannya Indonesia.
Apakah itu sepadan dengan perjuangan para pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan Indonesia? Apa setidak berarti itu kah perjuangan pendahulu hingga dengan mudahnya mencintai bangsa lain? Perjuangan yang mereka lakukan demi mempertahankan Indonesia hingga mengorbankan jiwa raganya. Mereka bahkan tidak mempedulikan keselamatannya demi tetap berdirinya negara yang sudah lama dicita-citakan. Mereka berjuang bersama-sama, tidak peduli dari mana mereka berasal, tidak peduli berapa umurnya, tidak juga peduli dari etnis mana hanya demi satu tujuan yaitu tetap bertahannya Indonesia. Mencintai bangsa, juga dengan kebudayaan, keanekaragaman, bahasa dan dengan segala macam perbedaan etnisnya. Mereka mati-matian mempertahankan demi keutuhan negara.
Mencintai budaya lain memang tidak salah, tetapi tidak dengan porsi berlebih. Memang tidak semua pecinta budaya Korea lantas mengagungakan dan lebih membanggakan budayanya. Masih ada yang tetap mencintai budaya Indonesia dengan porsi yang lebih besar. Seperti yang sudah dikatakan, ada hal-hal dari budaya Korea yang patut ditiru seperti budaya belajar mereka.
Kita boleh saja menyukai budaya mereka yang patut ditiru saja demi memajukan bangsa. Budaya belajar di Korea memang patut ditiru di Indonesia agar generasi muda lebih berpemikiran terbuka dan bisa lebih menghargai sejarah juga budaya bangsa. Bahkan drama Korea juga ada sisi baiknya, setidaknya dari situ kita bisa belajar tentang pemilihan cerita dan latar yang bisa menarik penonton. Tetapi sekali lagi, tidak dengan porsi yang berlebih.
Bukankah ada terlalu banyak alasan untuk mencitai budaya sendiri? Ada banyak sekali alasan untuk menghargai apa yang mati-matian diperjuangkan oleh para pendahulu demi tetap berdirinya kekokohan Indonesia. Indonesia dengan segala keberagamannya justru menjadi daya tarik bagi asing, lalu bagaimana mungkin kita yang memiliki malah lebih mencintai budaya luar?
Terlalu banyak hal yang kita lewatkan dengan mencintai budaya lain. Terlalu sulit usaha mempertahankan kesatuan bangsa yang dilakukan para pendahulu hanya untuk ditukar dengan hal yang tidak nyata. Terlalu banyak yang dipertaruhkan demi terwujudnya keutuhan Negara Indonesia. Bukankah sudah seharusnya kita mencintai dan mempertahankan kesatuan Indonesia dari segala bentuk ancaman.
Bukankah sudah seharusnya sebagai generasi muda untuk menekankan sifat-sifat yang mendukung persatuan Indonesia. Meninggikan sikap toleransi, mempelajari budaya dan sejarah bangsa, juga mengahargai segala bentuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa adalah hal-hal yang bisa dilakukan demi tetap terpeliharanya persatuan bangsa.
Bukankah ada banyak sekali hal yang bisa dilakukan demi mencintai bangsa Indonesia sehingga tetap tercapainya kesatuan Indonesia. Setidaknya bisa hargai apa yang sudah dilakukan demi keutuhan bangsa dan mempertahankan kemerdekaan dengan tidak berlebhian mencintai budaya luar dan mengabaikan budaya sendiri.
Oleh: Fitria Aminah
Comments