Penantian Bantuan Yang Tak Kunjung Tiba


VOICE – Kegiatan pembelajaran online di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah diperpanjang sampai tanggal 26  Juni 2020 berdasarkan Surat Edaran (SE) Rektor No. B/1122/UN46/HM.00.06/2020. Dan tidak menutup kemungkinan untuk kembali diperpanjang hingga akhir tahun.

Mengingat dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi berbagai sektor kehidupan terutama pada sektor ekonomi dan ketenagakerjaan. Ekonomi Indonesia terus terpukul karena banyaknya kegiatan ekonomi yang terhenti. Banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang menyebabkan lay off  atau merumahkan pekerja, mengurangi upah pekerja hingga terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Keadaan ekonomi keluarga yang terus memburuk, ditambah dengan perubahan kegiatan pembelajaran menjadi daring, menyebabkan berbagai masalah muncul di kalangan mahasiswa. Hal yang paling banyak dikeluhkan adalah beratnya tagihan paket data sebagai akomodasi dari pembelajaran daring tersebut.

Bantuan kuota yang telah dijanjikan oleh pihak universitas melalui SE Rektor No. B/1022/UN46/HM.00.06/2020 pada 15 April 2020, justru pendataannya kembali diperpanjang  hingga 07 Mei 2020. Dan hingga Rabu, (20/05) bantuan yang diharapkan belum juga dapat dirasakan.

Para mahasiswa telah membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) satu semester penuh, namun dengan digantinya kegiatan pembelajaran secara daring, mahasiswa tidak menikmati sarana prasarana di kampus dan malah menambah beban karena pengeluaran kuota internet menjadi dua kali lipat lebih besar dari biasanya. Hal tersebut meyebabkan terjadinya berbagai gerakan dan protes yang menuntut pengembalian UKT. Di UTM sendiri telah terjadi sedikitnya dua aksi yaitu pengiriman surat terbuka dan petisi 1000 tanda tangan.

Per Selasa, (19/5) sebanyak 1.167 tanda tangan telah menyetujui pengembalian UKT. “Banyak yang mengeluhkan pengeluaran kuota yang membengkak karena tugas semakin banyak, maka dari itu saya buat petisi ini agar menjadi suara dan saya buat bukan hanya untuk UTM saja karena teman-teman di universitas lain pun mengalami hal yang sama,” tutur Birar selaku pembuat petisi.

“Kami tidak menuntut banyak, 35-45% UKT kami dikembalikan sudah bersyukur karena kita kan hanya menikmati fasilitas kampus selama dua bulan saja,” tambahnya.

Beriringan dengan dibuatnya petisi pengembalian UKT, sebelumnya juga telah dikeluarkan surat terbuka oleh Aliansi Mahasiswa Trunojoyo pada Senin, (4/5). Dalam surat terbuka tersebut, dua diantaranya mahasiswa menuntut agar pihak rektorat mengembalikan UKT sebesar 50%, dan mempercepat pencairan bantuan subsidi.

“Surat terbuka ini dibuat atas dasar kesadaran karena melihat teman-teman kami yang mengalami kesulitan mengikuti kuliah via online, dan bukankah UKT yang telah dibayar adalah hak kami juga karena pihak kampus tidak mengeluarkan dana untuk sarana-prasana,” tutur Fendi selaku anggota Aliansi Mahasiswa Trunojoyo pada Jumat (15/5). 

Namun hingga saat ini pihak rektorat dirasa belum juga memberi tanggapan terkait pengembalian UKT,  dan belum juga memberi kepastian subsidi. “Seperti yang kita lihat sendiri, pihak tektorat masih kalang kabut dalam membuat kebijakan, untuk masalah bantuan kuota saja ada yang bilang bantuan uang tunai, adapula yang bilang harus kuota dan pihak rektorat juga belum memberikan tanggapan yang jelas terhadap apa yang kami lakukan,”  ujar Fendi.

Gerakan-gerakan mahasiswa menuntut segera dicairkannya bantuan terus bermunculan, tak sedikit yang memasang status di story WhatsApp, Instagram, dan sosial media lainnya untuk mendapatkan lebih banyak suara. Hal tersebut terjadi karena pihak kampus tidak memberikan kejelasan pencairan dana bantuan tersebut. “Menurut saya, UTM ini selalu telat dalam mengambil kebijakan, seperti dulu ketika kampus lain sudah mulai kuliah online,  UTM masih masuk kuliah, dan lagi layanan informasinya juga sangat kurang, seharusnya pihak kampus transparan saja sudah sampai tahap mana, masak sudah mau UAS seperti masih juga belum ada kejelasan,” imbuh Syahrul mahasiswa FH UTM.

Di samping itu, salah satu mahasiswi Ilmu Komunikasi saat diminta tanggapan terkait subsidi, “kalau saya ditanya tanggapan mengenai bantuan kuota yang tidak turun-turun, saya balik tanya, kalau Ferdian Paleka bisa dipenjara karena Prank sembako, bisa dipenjara juga ga ya kalo diprank subsidi kuota? Cuma tanya lo ya, ga usah neror,” celoteh Hani, dengan sedikit tertawa.

Di sisi lain, beberapa waktu lalu, pihak kampus menjelaskan bahwa dalam proses pencairan dana bantuan UTM berbeda dengan kampus lain karena UTM masih berstatus Satuan Kerja (satker), artinya pihak kampus harus mencari landasan hukum yang benar.

Merasa seperti diberikan janji palsu, Santi berkeluh kesah atas bantuan yang belum terlaksana. “Saya menyadari bahwa UTM berstatus kampus satker dan memang tidak bisa disamakan dengan kampus lainnya, namun saya sedikit kecewa, banyak berita yang beredar bahwa kampus UTM memberikan subsidi kuota untuk pelaksanaan perkuliahan daring. Bagi saya hal tersebut hanya pencitraan semata, karena sampai saat ini juga para mahasiswa tidak menerima bantuan tersebut," keluh mahasiswi semester 6 tersebut. (dz,dfa) 

Comments