HOPE

BAGAIMANA BISA

Senyap
Lembab dan berbau busuk
Berdebu dan berjamur
Sebab hanya ruangan sempit
Tanpa ventilasi

Ruang kita
Saat rasa bertemu suka dan duka
Di letak empedu mencerna luka
Di sana letak kita
Tempat cinta jumpa kasih sayang

Bagaimana bisa lupa
Pada tali pusar
Penyambung kehidupan sebelum kehidupan
Terlindung susah baringnya sang Bunda

Bagaimana bisa lupa
Menyentuh kaki sang pembawa nyawa
Yang bengkak waktu mencari tawa
Yang lelah saat membawa beban tubuh balita

Bagaimana bisa lupa
Setelah sejarah memberinya nama
Dan menyebutnya Bunda
_____________________________________________

BERHARAP WAKTU IBA

Sumpah, serapah, menghujat jarak
Muncul saja tak izin juga tak pamit
Temani katanya
Biar rindu tak semakin berulah

Bukan tembok tinggi
Bukan pohon menjulang
Bukan jarak membentang
Tapi tekad mengekang

Tertunduk saja aku sebagai pilihan
Berharap waktu iba
Menghayal detik prihatin
Semoga bertemu bertatap: yang nyata
_____________________________________________

BOLEHKAH AKU?

Selangkah pasti
Menuju tempat sepi
Sebagai sandinganmu
Bolehkah?

Bolehkah aku menjamah
Lahan subur akan kenyamanan?
Bolehkah aku menempati
Lahan cinta dan sayang bersamaan?
Bolehkah aku menyapa
Roh halus pengisi ciptaan sempurna Tuhan?

Dirimu yang transparan
Tembus di pandang
Dan tak bisa digenggam.

Bolehkah aku menyandang
Gelar tersayang
Darimu yang diperjuangkan?
_____________________________________________

MUNGKINKAH KAU HIDUP

Tengah hampir akhir
dingin, gelap, diam
Lagi-lagi soal malam

Kemana para debu menghilang?
Saat hujan menyapa
Kemana ia menyelinap
Saat tatapanku mencarinya

Sedingin tindak dan sikapmu
Menyelinap meresap hingga batas terdalam
Sampai aku bingung berpikir
Mungkinkah kau hidup?
_____________________________________________

KALA ITU

Berebut sandi ketenangan
Di antara sahutan geluduk petang
Pantaskah berpaling muka?
Dari amukan di angkasa raya

Berkisar debar detak di dada
Seirama gerimis membentuk gelombang
: Di udara

Alam bebasku
Seumpama milikku dan sandinganku
Semesta akan bersaksi akan bahagiaku.

Oleh: Jasilatul Khatimah

Comments