Kontestasi Penyebaran Berita di masa Pandemi: Tebar Penawar atau Racun?

Coronavirus merupakan virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan,mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).1Semenjak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengumumkan wabah Covid-19 sebagai pandemi global, banyak perubahan yang terjadi pada aktivitas manusia diluar rumah. Seperti, karyawan yang menjalani work from home, anak-anak yang belajar online, hingga berubahnya berbagai kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah telah menetapkan physical distancing sebagai upaya pencegahan penularan virus yang dapat menurunkan risiko terinfeksi gangguan pernapasan. Selain itu, usaha pencegahan yang baik seperti rutin cuci tangan, menjaga kebersihan, dan menerapkan hidup sehat juga berpengaruh pada penurunan risiko infeksi. Saat ini usaha pencegahan yang dapat dilakukan meliputi karantina mandiri, social lockdown yang diterapkanolehmasing-masing daerah atau negara, dan menggunakan masker yang dapat meningkatkan perlindungan diri serta mengurangi risiko penularan berbagai macam virus.

Maraknya kasus penyebaran covid-19 menyebabkan peningkatan konsumsi media yang naik secara signifikan. Masyarakat berlomba-lomba menyebarkan berita terkait covid-19 di berbagai media informasi tanpa mencari tahu terlebih dahulu kebenaran berita tersebut terindikasi hoax atau tidak. Media online merupakan sebuah sarana untuk berkomunikasi secara online melalui website dan aplikasi yang hanya bisa diakses dengan internet berisikan teks, suara, foto dan video. Pada umumnya masyarakat lebih sering menggunakan media sosial seperti, WhatsApp, Facebook, Line dan lain sebagainya.Seperti yang kita ketahui,Teknologi informasi dan komunikasi ini dapat memberikan manfaat yang positif, namun disisi yang lain, juga perlu disadari bahwa teknologi ini bisa menyebabkan seseorang berpeluang melakukan suatu tindak pidana. Berita yang disebarkan melalui media informasi secara online hendaklah ditelaah terlebih dahulu kebenarannya, jangan sampai berita yang kita bagikan ke media sosial ternyata malah meracuni pemikiran masyarakat sehingga mereka menelan mentah-mentah berita yang disebarkan. Oleh karena itu, mari kita berpikir kritis dalam menyampaikan berita pada masa pandemi saat ini, jangan jadikan musibah yang dialami oleh seluruh negara di belahan dunia sebagai ajang kontestasi penyebaran berita yang malah akan merugikan masyarakat, karena kita tidak tahu apakah berita yang kita sebarkan dimedia sosial merupakan penawar atauracun?

Semakin berkembangnya zaman, perkembangan teknologi di era digital seperti sekarang ini bertumbuh semakin cepat. Munculnya media sosial, seperti Whatsapp, Instagram, Facebook, dan aplikasi lainnya. Media sosial adalah kumpulan saluran komunikasi online yang di dedikasikan untuk berbagi konten, input, interaksi, dan kolaborasi berbasis komunitas. Kemampuan untuk berbagi foto, pendapat, peristiwa, dan lain-lain. Aplikasi ini memudahkan masyarakat untuk membagikan informasi baik yang bersifat publik maupun privat kepada khalayak. Namun, perlu di perhatikan beberapa hal dalam menyampaikan informasi yang bersifat publik agar tidak meracuni pikiran dan merugikan masyarakat. Saat ini penyebaran informasi atau berita di media online tidak hanya dilakukan oleh situs berita yang dikenal oleh masyarakat, namun bisa juga untuk para pengguna internet dapat berperan dalam penyebaran suatu informasi. Melalui media sosial, informasi yang disebar kepada khalayak umum banyak tidak dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya atau terindikasi berita hoax. Apalagi pada masa pandemi saat ini kita harus lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi berita yangberedar.

Saat ini di Indonesia sedang marak terjadinya isu penyebaran informasi atau berita palsu yang disebut hoax. Terutama sejak virus covid-19 yang menjangkit negara China dan sebagian besar negara-negara di dunia juga ikut terjangkit virus ini temasuk di Indonesia. Maka dalam hal ini membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan himbauan untuk melakukan Work Form Home (WFH) atau bekerja dari rumah. Yangdilaksanakan saat ini merupakan tindak lanjut atas imbauan Presiden Joko Widodo pada konferensi pers di Istana Bogor Jawa Barat (15 Maret 2020). Presiden mengimbau agar dapat meminimalisasi penyebaran virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19, masyarakat diminta untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, salah satunya menciptakan sistem bekerja dari rumah.2Situasi saat ini sering disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi palsu yang kebenarannya tidak berdasar dan diragukan. Oknum-oknum tersebut lalu membagikan informasi hoax tersebut melalui media sosial. Sehingga, banyak sekali temuan informasi atau berita yang beredar dimedia sosial mengenai virus tersebut yang ternyata merupakan informasi palsu tetapi dibuat seolah-olah benar dengan menggiring opini masyarakat kemudian membentuk pandangan yang salah terhadap suatu informasi.

Contoh Kasus

kasus “Emak-Emak di Sulteng yang Terancam 6 Tahun Penjara karenamenyebarkan berita hoax bahwa Pasien CoronaKabur”.

Setelah Mengetahui kabar hoax tersebut dengan gesitnya Tim Subdit Cyber Crime Polda Sulteng langsung membekuk R untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. yang menyebarkan berita hoax di akun Facebooknya polisi akhirnya menangkap pelaku di rumahnya di Kabupaten Parigi Moutong pada Sabtu (4/4/2020). Pelaku menurut Didik tidak bisa mengelak saat diperiksa dan mengakui perbuatannya menyebar hoax. Tersangka diancam dengan pasal 28 ayat (1) dan atau pasal 45 ayat (1), UU ITE. “Dari tangan tersangka, berhasil diamankan capture postingan akun FB Rabia Najwa yang hoax serta 1 unit handphone pelaku.3

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menyebarkan berita dalam buku panduan yang dirilis Mafindo setidaknya ada lima cara yang patut diperhatikan mengantisipasi kualitas informasi, diantaranya adalah:

  • Memeriksa ulang judul berita provokatif. Judul berita kerap dipakai sebagai jendela untuk mengintip keseluruhan tulisan. Namun tak jarang hal itu dimanfaatkan para penyebar berita palsu dengan mendistorsi judul yang provokatif meski sama sekali tak relevan dengan isi berita. Mafindo menyarankan pembaca untuk mengecek sumber berita lain agar informasi yang diterima bukan hasilrekayasa.
  • Meneliti alamat situsweb.Dewan Pers memiliki data lengkap semua institusi pers resmi di Indonesia. Data yang terhimpun itu bisa digunakan oleh pembaca sebagai referensi apakah sumber berita yang dibaca telah memenuhi kaidah jurnalistik sesuai aturan Dewan Pers. Cukup mengetik nama situs berita di kolom data pers, pembaca dapat mengetahui status media yang mereka konsumsi berdasarkan standar Dewan Pers.
  • Membedakan fakta dengan opini. Mafindo menganjurkan pembaca tidak menelan mentah-mentah ucapan seorang narasumber yangdikutip oleh situs berita. Sering kali hal itu luput dari pembaca karena pembaca terlalu cepat mengambil kesimpulan. Semakin banyak fakta yang termuat di sebuah berita, makin banyak kredibel beritaitu.
  • Cermat membaca korelasi foto dan caption yang provokatif. Persebaran fotoprovokatif dengan imbuhan tulisan yang telah disunting. Cara termudah menguji keabsahan informasi dari foto yang diterima, pembaca bisa membuka Google Images di aplikasi penjelajah lalu menyeret foto yang dimaksud ke kolompencarian.
  • Ikut serta dalam komunitas daring. Menurut Mafindo, setidaknya ada empat komunitas yang getol memerangi berita palsu di Indonesia. Keempatnya itulah yang menjelma menjadi Mafindo. Dengan model crowdsourcing, komunitas itu berusaha menyaring dan mengklarifikasi informasi yang meragukan kebenarannya.
Pasal Untuk Menjerat Pelaku Penyebar Hoax

Istilah hoax/hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.Tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita hoax atau berita bohong ini. Berikut penjelasannya:
    Pertama, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media) menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 , yaitu: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. UU ITE tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”. Tetapi, jika dicermati lagi UU ITE dan perubahannya khushs mengatur mengenai hoax (berita bohong) yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

    Lalu apa dasar hukum yang digunakan bagi penyebar berita bohong yang tidak mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik?
    Menurut hemat kami, berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media)yang bukan bertujuan untuk menyesatkan konsumen, dapat di pidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang disebarkanseperti:
    1. Jika berita bohong bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUITE;
    2. Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UUITE;
    3. Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE;
    4. Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27ayat (4) UU ITE;
    5. Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA di pidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UUITE;
    6. Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 UUITE.
    Kedua, Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) juga mengatur hal yang serupa walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
    Barang siapa dengan maksud hendak menguntung kan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga yang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.

    Ketiga, Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (“UU 1/1946”) juga mengatur mengenai berita bohong yakni:
    1. Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi- tingginya sepuluh tahun.
    2. Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
    Pasal 15 UU 1/1946, Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan ke onaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya duatahun.

    Hoax atau menyebarkan berita bohong adalah sebuah tindak pidana. Ada beberapa aturan yang mengatur mengenai hal ini yaitu: UU ITE dan perubahannya, KUHP serta UU1/1946. UU ITE bukanlah satu-satunya dasar hukum yang dapat dipakai untuk menjerat orang yang menyebarkan hoax atau berita bohong ini karena UU ITE hanya mengatur penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik saja.

    Selain berdampak pada kesehatan manusia dan ekonomi global, covid-19 ternyata juga dapat menjadi kontes penyebaran berita di media sosial. Saat ini media sosial telah tertanam dalam masyarakat sedemikian rupa, sehingga hampir tidak mungkin bagi orang untuk tidak menggunakannya. Mulai dari muda, tua, kaya, dan miskin selalu sibuk ketika bersosialisasi secara online. Peningkatan konsumsi media sosial di masa pandemi mengalami peningkatan secara signifikan. Berita yang mereka share ke publik tidak lain adalah terkait covid-19. Hal ini perlu diperhatikan, karena bisa jadi berita yang mereka unggah diragukan kebenaranya atau terindikasi hoax.

    Penyebaran berita bohong tentunya membawa implikasi bagi pola pikir masyarakat, jangan sampai karena adanya penyebaran berita bohong terkait covid-19 membuat masyarakat semakin panik. Oleh karena itu, kita harus bisa memfilter penyebaran berita yang beredar di media sosialagar kita tidak mudah terpengaruh oleh berita hoax tersebut, jika kita mendapati postingan berita yang terindikasi hoax, hendaknya kita mereport postingan tersebut kepada layanan officiall dari aplikasi terkait agar postingan tersebut dihapus ,atau kita bisa melaporkannya kepada pihak berwajib supaya penyebar berita hoax tersebut mendapat sanksi atas perbuatannya tersebut dan tidak mengulanginya lagi.

    Daftar Pustaka
    Kemkes. 2020. “Pertanyaan Dan Jawaban Terkait Covid-19”. https://www.kemkes.go.id/article/view/20031600011/pertanyaan-dan-jawaban-terkait-covid-19.html, Diakses pada tangal 14 Oktober 2020
    Tantri Dewayani. 2020. “Bekerja dari rumah (WFH) Dari Sudut Pandang Unit Kepatuhan Internal”. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13014/Bekerja-dari-Rumah-Work-From-Home-Dari-Sudut-Pandang-Unit-Kepatuhan-Internal.html, Diakses pada tanggal 2 oktober 2020
    Heri Susanto. 2020. “Sebar Hoaks Pasien Corona Kabur, Emak-Emak di Sulteng
    Terancam 6 Tahun Penjara”. https://www.liputan6.com/regional/read/4220892/sebar-hoaks-pasien-corona-kabur-emak-emak-di-sulteng-terancam-6-tahun-penjara, Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020
    Bintoro Agung. 2016. “Lima Cara Antisipasi Berita Hoax di Media Sosial”. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161201200807-185-176705/lima-cara-antisipasi-berita-hoax-di-media-sosial, Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020
    Dimas Hutomo. 2019. “Pasal untuk Menjerat Penyebar Hoax”. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5b6bc8f2d737f/pasal-untuk-menjerat-penyebar-ihoax-i/, Diakses pada tanggal 14 Oktober 2020

    Oleh: Krisna Aditya

    Comments