Feminisme dan Kesetaraan Gender

 

Gerakan feminisme merupakan suatu gerakan yang berasal dari sekelompok aktivis perempuan Barat, yang kemudian menjadi gelombang akademik di universitas-universitas termasuk di negara-negara Islam melalui program women studies. Gerakan feminisme sendiri lahir pada abad pertengahan, pada saat itu gereja sangat berperan besar sebagai suatu sentral kekuasaan sehingga otomatis menjadikan paus yang berperan sebagai pemimpin gereja menempatkan dirinya menjadi pusat dan sumber kekuasaan.

Pada saat itu nasib perempuan Barat tidak luput dari doktrin Gereja yang ekstrem, sebagian besar perempuan pada masa itu dianggap sebagai makhluk yang lemah, diperlakukan secara semena-mena, pelacuran merebak dimana-mana dan dilegalkan, bahkan Tertullian (150M) seperti yang dikatakan oleh Dinar Dewi Kania dalam bukunya Delusi Kesetaraan Gender, bahwa ia sebagai bapak gereja pertama yang menyatakan doktrin bahwa perempuan membukakan pintu masuknya godaan setan, membimbing kaum laki-laki ke pohon terlarang untuk melanggar hukum Tuhan, dan membuat laki-laki menjadi jahat serta menjadi bayangan Tuhan.

Sama halnya dengan apa yang dikatakan Tertullian, St. John Chrysostom (345-407 M) seorang bapak gereja mengatakan bahwa perempuan merupakan setan yang tidak bisa dihindari, suatu kejahatan, dan bencana yang abadi dan menarik, sebuah resiko rumah tangga dan beruntung akan yang cantik, dan masih banyak lagi doktrin Gereja yang mengatakan hal serupa mengenai perempuan. Pada saat itu bahkan ada doktrin Gereja yang menganggap bahwa hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan adalah perbuatan yang kotor meskipun dilakukan dalam ikatan pernikahan yang sah, sehingga tidak jarang kemudian banyak yang menganggap bahwa menghindari pernikahan merupakan sebuah simbol dari kesucian.

Berangkat dari hal-hal di atas lah kemudian muncul gerakan-gerakan perempuan yang menentang perlakuan yang semena-mena kepada perempuan oleh Gereja. Mereka kemudian membuat gerakan yang menginginkan hak-hak mereka yang telah dirampas selama ini, sebelumnya gerakan-gerakan ini tidak dinamakan gerakan feminisme melainkan women movement, tokoh-tokoh perempuan yang pada saat itu muncul seperti Elizabeth Cady Stanton, dan Susan B. Anthony, mereka yang kemudian menggaungkan gerakan ini melalui surat-surat kabar.

Kata feminis sendiri baru ditemukan pada awal abad ke-19 oleh seorang sosialis berkebangsaan Perancis yakni Charles Fourier, ia mengusung ide transformasi perempuan oleh masyarakat yang berdasarkan kepada adanya saling ketergantungan dan kerjasama bukan pada kompetensi dan mencari keuntungan. Gerakan ini kemudian semakin berkembang, hingga sampai pada adanya Revolusi di Eropa semakin membuat gerakan ini mudah untuk menyuarakan kepentingan mereka.

Gerakan feminisme di Barat ini terbagi menjadi 3 gelombang besar, feminis gelombang pertama  menekankan pada memperoleh hak-hak politik dan kesempatan ekonomi yang sama bagi perempuan, sedangkan pada feminis gelombang kedua mereka menuntut untuk mendapatkan kesetaraan secara penuh dalam bidang ekonomi, jadi bukan hanya sebatas bagaimana cara untuk bertahan secara ekonomi., mereka juga mulai menggugat institusi pernikahan, motherhood, hubungan lawan jenis, seksualitas perempuan, dll. Feminis gelombang ketiga menginginkan keragaman perempuan atau keragaman secara umum, secara khusus dalam teori feminis dan politik.

Konsep gender dalam feminisme sendiri baru dikembangkan pada tahun 1970, yang kemudian digunakan sebagai alat untuk mengenali bahwa perempuan tidak dihubungkan dengan laki-laki dan juga bahwa kedudukan setiap perempuan di masyarakat akhirnya pun akan berbeda, kemudian pada tahun 1997 itulah konsep gender equality atau kesetaraan gender sebagai gerakan mereka. Gender menurut mereka merupakan suatu konstruksi sosial yang berbeda dengan sex yang merujuk kepada anatomi biologis. Mereka juga mengatakan bahwa gender dipengaruhi dengen kondisi sosial-budaya, agama, dan hukum yang berlaku di masyarakat serta faktor-faktor lainnya.

Pada dasarnya isu kesetaraan gender yang diusung oleh para feminis merupakan suatu hal yang sifatnya masih terlalu abstrak, hal ini dikarenakan bahkan para feminis sendiri belum menyepakati mengenai kesetaraan dan kebebasan seperti apa yang diinginkan oleh kaum perempuan. Gerakan ini terlihat reaktif terhadap penindasan yang dilakukan oleh Gereja, kemudian seiring dengan semakin berkembangnya gerakan feminis ini terlihat bahwa gerakan ini berakar dari relativisme yang menganggap bahwa benar atau salah maupun baik atau buruk sebagai suatu hal yang senantiasa berubah-ubah dan tidak bersifat mutlak.

Pemahaman itu kemudian mengakibatkan suburnya praktik homoseksual di dalam masyarakat, mereka memberikan dalih mengenai penghormatan kepada HAM yang dimiliki mereka sehingga sesuatu yang awalnya salah bisa berubah menjadi sebuah kebenaran. Para feminis radikal bahkan berpendapat bahwa dominasi laki-laki berpusat dari seksualitas, hal ini dikarenakan bahwa dalam hubungan heteroseksual perempuan berperan menjadi pihak yang tersubordinasi, sedangkan dengan menjadi lesbian atau homoseksualitas, maka mereka bisa memiliki kontrol yang sama namun tidak ada dominasi dalam hubungan seksual antara hubungan mereka.

Dari pemaparan di atas terlihat bahwa gerakan feminisme yang awalnya hanya menuntut mengenai hak-hak mereka kemudian berubah menjadi tuntutan untuk menyamaratakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, juga menggunakan dalih HAM untuk membenarkan perilaku mereka yang salah.

Oleh: Fitri Aminah

Comments