Tanggal 1 Oktober merupakan salah satu moment penting dalam
perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ibaratkan dua
sisi mata uang, tanggal 1 Oktober yang diperingati sebagai Hari Kesaktian
Pancasila terdapat pula dua sisi “hitam dan putih” didalamnya. “Jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah”(Jasmerah) ungkapan dari Bung Karno (Presiden
pertama RI) yang memiliki kandungan makna yang sangat mendalam apabila
dikaitkan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila.
Berkaca pada ungakapan Bung Karno tersebut,Indonesia sebagai suatu
Negara yang berdaulat dimasa lalu memiliki beberapa sejarah yang kelam untuk
dijadikan pengalaman yang berguna dan bermanfaaat dalam menentukan arah Bangsa
dan Negara kedepan.Menurut hemat penulis, Sejarah dunia telah mencatatkan bahwa
Pancasila sebagai “Way Of Life” Bangsa Indonesia,telah teruji dan dibuktikan
dengan beberapa fase-fase penting. Fase Pertama :pada masa penjajahan I, telah
dimulai saat kerajaan besar pada Abad ke-15 antara lain,Kerajaan
Sriwijaya,Kerajaan Majapahit,Kerajaan Mataram,Kerajaan Singosari,dan lain-lain
jatuh bangun untuk mempertahankan wilayah serta tumpah darah dari segala bentuk
penjajahan dan penindasan. Fase kedua :masa penjajahan II (Tahun
1920-an),perjuangan lebih bercorak nasionalisme,timbulnya rasa perasaan senasib
sepenanggungan. Fase ketiga :pada masa setelah proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 yaitu antara tahun 1946-1949,perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan
dari “tangan-tangan”penjajah yang ingin menancapkan lagi kekuasaanya di “Bumi”
Indonesia.
Fase keempat: Tahun 1950-1960,terkenal dengan masa-masa sulit
dalam perjuangan Negara Indonesia dengan umurnya masih sangat muda,menghadapi
ancaman disintegrasi Bangsa, dikarenakan beberapa daerah menginginkan untuk
mendirikan negara sendiri-sendiri melalui gerakan sparatisme untuk terpisah
dalam bingkai NKRI. Fase kelima : Tahun 1961-1966 merupakan Fase
puncak,Pancasila mengalami “metamorfosa” sebagai jati diri bangsa,dengan adanya
gerakan dengan apa yang disebut G-30/PKI. Fase keenam : Tahun
1970-1998,Pancasila dipandang,dipahami dan diimplemetasikan rezim sebagai alat
penguasa. Fase ketujuh :Tahun 1998 - sekarang Pancasila mengalami
desakralisasi, dekonstruksi, dereduksi, delegalisasi dan dehumanisasi sedikit demi
sedikit dikarenakan dianggap tidak sesuai,tidak mewujudkan cita-cita luhur yang
terkandung dalam Pancasila.
Berbicara perihal sejarah terutama sejarah Negara Indonesia sudah
dapat dipastikan terdapat pro dan kontra didalamanya.Beberapa Sejarah yang
mewarnai perjalanan Negara Indonesia telah banyak dibelokkan dan direduksi
sedemikian rupa oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab di masa lalu.
Tidak terkecuali di era reformasi yang modern sekarang ini, terdapat beberapa
pihak yang tidak menginginkan Indonesia sebagai Negara yang kuat dan Bangsa
yang utuh,mencoba untuk meng-“kerdil”-kan Pancasila melalui beberapa
tulisan-tulisan dalam bentuk buku yang berbau provokatif dan SARA
(Suku,Ras,Agama dan Golongan).
Tulisan yang bagi hemat penulis,tujuannya tidak lain adalah untuk
mempengaruhi masyarakat Indonesia menanggalkan dan menggadaikan Pancasila dari
masing-masing jiwa individu masyarakat Indonesia untuk menganut paham/aliran
atau ideologi seperti yang dikehendaki dalam tulisan-tulisan tersebut tersebut.
Sedikit nmengutip dari tulisan-tulisan tersebut yaitu “Di Dalam agama Budha,
mentaati Pancasila dianggap sebagai sebuah Dharma. Dharma yaitu suatu jalan
kehidupan yang berlandaskan kebenaran dalam filsafat agama-agama (seperti
kebenaran pluralisme). Jadi, secara umum, penulis dapat menarik suatu benang
merah dan simpulan bahwa terminology Pancasila lebih tepat dikatakan berasal
dan berakar pada ajaran agama Budha bukan pada akar kepribadian bangsa Indonesia
secara umum”.Yang kedua terkait Simbol Negara “Burung Garuda” juga dapat
ditelusuri asal-usulnya sebagai simbol Yahudi. Pemilihan simbol “Burung Garuda”
sendiri sebagai lambang negara adalah sebuah kontroversi karena hanya
ditentukan oleh segelintir orang saja tanpa memperhatikan aspirasi mayoritas
rakyat Indonesia. “Burung Garuda” memang ada dalam mitologi Hindu yang pernah
menjadi agama mayoritas Indonesia di masa lalu, namun pada masa kemerdekaan,
Hindu tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan.” “Agama Islam sendiri
sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia setelah era Hindu juga tidak mengenal
simbol “burung Garuda”. “Burung Garuda” juga tidak pernah benar-benar ada
karena hanya sebuah mitos, berbeda dengan burung elang botak yang merupakan binatang
asli Amerika. Karena bukan simbol asli bangsa Indonesia maka tidak ada lain
simbol “burung Garuda” mengadopsi simbol-simbol kebudayaan asing yang memang
memuja-muja simbol “burung mirip Garuda”, yaitu Yahudi yang gerakan
Fremasonry-nya sangat berpengaruh sampai saat ini.” Pengaruh Yahudi di
Indonesia itu dimulai pada abad 18 melalui gerakan perkumpulan rahasia
Vritmetselarij atau Freemasonry yang berkembang di kalangan elit Indonesia baik
di kalangan orang-orang Belanda maupun pribumi: pejabat, bangsawan, pengusaha,
ilmuwan, seniman/sastrawan dan kalangan intektual lainnya. Gerakan tersebut
selanjutnya berkembang menjadi beberapa cabang seperti Himpunan Theosofi, Moral
Rearmemant Movement (MRM) dan Ancient Mystical Organization of Ancient Mystical
Organization of Sucen Cruiser (Amorc) dan sebagainya. Orang-orang yang
merancang simbol “burung Garuda” sebagai simbol negara adalah Sultan Hamid II,
Ki Hajar Dewantoro dan Muhammad Yamin. Ketiganya adalah pengikut gerakan
Vrijmeselarij dan Theosofi. Sedangkan Presiden Soekarno yang menetapkan simbol
“burung Garuda” sebagai lambang negara juga berada dalam pengaruh Fremasonry
melalui ayahnya yang merupakan anggota Perhimpunan Theosofi Surabaya. (SUMBER).
Untuk melihat korelasi simbologi antara Simbol-Simbol Negara RI
dengan Yahudi dan Zionisme silakan banyak membaca buku-buku karangan Herry
Nurdi (Jejak Freemason & Zionis Di Indonesia, Penerbit Cakrawala); Ridwan
Saidi (Fakta dan Data Yahudi di Indonesia), dan Muh Thalib & Irfan S Awwas
(Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila, Penerbit Wihdah Press).
Hak untuk berpendapat memang telah diatur dalam Pasal 28 UUD 1945.
Akan tetapi hal inipun harus dilihat muatan dan konteks dalam berpendapat itu
dalam hal apa. Apakah pendapat yang berbau provokatif, Rasis, melecehkan,
menghina,propaganda, itu juga menjadi muatan dalam tafsiran Pasal 28 UUD 1945?.
Pancasila adalah suatu ajaran,paham,aliran atau ideologi yang bersifat
Universal. Tidak hanya didalam agama Budha dan Hindhu, dalam agama yang lainpun
nilai-nilai luhur Pancasila juga terandung didalamnya.
Penulis Contohkan dalam Agama Islam,Agama Islam menekankan antara
Hubungan manusia dengan Tuhan (ALLAH SWT) dan hubungan manusia dengan manusia
harus seimbang juga dapat dilihat dalam butir-butir Pancasila yaitu Butir
pertama yang berbunyi”Ketuhanan Yang Maha Esa”yang berarti manusia mengakui
adanya Tuhan Yang Esa ,kemudian dalam butir selanjutnya lebih menekankan
hubungan dengan manusia.
Kultur asli masyarakat Indonesia yang kental dengan agama Hindu
dan Budha memang tidak dapat dipungkiri. Hal itu merupakan merupakan khasanah
budaya yang dimiliki Indonesia sebagai bangsa. Adanya akulturasi budaya
Indonesia yang dahulunya kental dengan nuansa Hindhu dan Budha dengan datangnya
budaya Islam dan Budaya lainya (Kristen,Koghucu,dll) merupakan bukti bahwa
masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terbuka dengan budaya lain tanpa
harus meninggalkan budaya sendiri.
Dalam konteks agama (bukan berarti penulis menjilat ludah sendiri
terkait masalah SARA),Islam di Negara Indonesia berbeda dengan Islam ) dimana
pembawa agama tersebut berasal(Bangsa Arab) yaitu Nabi Muhammad SAW. Islam di
Indonesia terkenal dengan Islam yang ramah,terbuka,toleran,kekeluargaan dan
semangat kebersamaan yang tinggi yang tidak lain merupakan ciri khas budaya dan
adat masyakat Indonesia.
Terkait dengan konteks wilayah kebenaran mutlak kaitanya dengan
ranah teologis(keTuhanan), adalah kehendak dan kepercayaan dari masing-masing
individu yang tidak mungkin dipaksakan menganut agama atau aliran tertentu.
Terkait simbol atau lambang burung Negara Indonesia yaitu”Burung
Garuda” yang selalu satu frase kata dengan Pancasila menjadi Garuda Pancasila,
mempunyai kemiripan atau bahkan diambil atau terpengaruh dari Bangsa Yahudi dan
Burung Garuda sendiri dianggap hanya dongeng tidak ada secara kasat mata,hal
itu bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan(dibuat polemik).
Banyak dibeberapa belahan dunia negara yang memiliki simbol atau
lambang negara yang hampir sama. Burung Garuda yang dianggap hanya sebuah mitos
dalam mitiologi agama Hindhu sampai sekarang hal itu masih pro dan
kontra.Walaupun kalau benar Burung Garuda itu bukan mahkluk yang nyata,akan tetapi
kejayaan dan keemasan legenda dalam mitologi agama Hindu itulah yang ingin
diwujudkan dalam bingkai Garuda Pancasila.
Penulis ingin menekankan sekali lagi bahwa Pancasila adalah
cerminan yag khas dari masyarakat Indonesia yang plural baik dari segi
budaya,bahasa,suku,keanekaragaman hayati dan hewani,agama dll. Para
pendiri Bangsa Indonesia dalam konteks kondisi masyarakat Indonesia yang sedang
masa kamuflase menjelang kemerdekaan yang menjadi fokus utama adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang terbebas dari belenggu penjajahan, sedangkan untuk
menentukan simbol-simbol kenegaraan tidak terpikirkan secara mendetail bahwa
itu terdapat kesamaan dengan simbol kaum atau Bangsa Yahudi.
Niat tulus para pendiri Bangsa Indonesia tidak lain dalam menentukan
simbol Burung Garuda menjadi simbol atau lambang Negara Indonesia adalah sesuai
dengan atau berasal dari budaya dan khasanah Bangsa Indonesia. Sebagai generasi
penerus para The Founding Father’s,aktualisasi nilai-nilai luhur dan universal
Pancasila yang harusnya kita pahami,renungi,pelajari,dan diimplementasi dalam
kehidupan masyarakat,berbangsa, dan bernegara, bukan melakukan pembunuhan
secara perlahan-lahan terhadap makna dan sejarah yang terkandung dalam
Pancasila. Trauma terhadap Pancasila dimasa lalu tidak dijadikan alasan kita
sebagai masyarakat Indonesia untuk merubah dan mengganti Pancasila dengan
sesuatu yang lain tetapi justru menjadi ”Incredible Spirit and Power” untuk
tidak menyalahgunakan dan menyelewengkan Pancasila untuk kesekian kalinya.
Beberapa pesan dalam memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2009, yang
ingin disampaikan penulis;Pancasila tidak hanya untuk manusia, masyarakat,
negara,Bangsa,Negara Indonesia tetapi Masyarakat Dunia,Heal The World with
Pancasila For Change Human Being Destination,One Mankind.
Oleh :a-R.I.P-f*
10/12/2009