Ketika Nuansa Tidak Akademis

Sejarah berulang, pertama – tama sebagai tragedi, kemudian sebagai banyolan.
( - Karl Marx)
Meskipun teori ekonomi yang ditawarkan Karl Marx runtuh dan tidak sukses tetapi pernyataaan dia
mengenai kondisi sejarah dan politik masih bisa kita temui saat ini. Hal ini bisa kita cermati dalam agenda studi banding yang digunakan sebagai ajang penghabisan dana oleh mahasiswa dan institusi universitas. Lebih baik dana habis daripada mubadzir. Tiap tahun studi banding menjadi langganan program kerja tetapi tidak nampak satu pun hasil yang nyata bagi perubahan kampus ini. Masih banyak yang bodoh, masih banyak yang malas membaca, masih banyak kasus kumpul kebo (penulis khawatir kampus ini nantinya di cap sebagai kampus peternakan), masih banyak kepentingan kelompok yang irrasional, dan masih banyak mahasiswa yang bersifat paternalistic dan mengandalkan keluarganya yang memiliki kekuasaan, dan masih banyak yang lain.
 
Eksistensi Tiada Henti
 
Eksistensi lebih dahulu daripada esensi.(Jean Paul Sartre dalam Being and Nothingness)
Mungkin ungkapan diatas bisa kita lihat di kampus ini. Kegiatan yang dibuat mahasiswa seakan melupakan esensi. Study Banding yang dilakukan esensi bukan lagi mencari ilmu tapi REKREASI. Apa yang didapatkan tidak memberikan perubahan apa – apa bagi kampus. OTAK peserta hanya REKREASI. Ongap – Angop saat materi, selesai foto – foto. Jika dalam studi banding memilki esensi maka yang dilakukan adalah melakukan persiapan saling transfer ilmu dan tindak lanjut dari studi banding. Tetapi realitas berkata lain. Setelah selesai, ya sudah ibarat air yang menguap.begitu saja. Mereka menolak jika studi banding tidak memilki esensi. Ya, esensi menghabiskan.
 
Dalam MUSWA AKBAR VIII pun bisa kita cermati. Bukan rasionalitas ataupun opsi yang baik dikedepankan tetapi adalah emosi yang meluap –luap di nomer satukan. Tidak ada yang namanya rasionalisasi tetapi adalah siapa yang memilki pengikut terbanyak dalam voting. Orang yang berbicara dalam forum seakan mengikuti amarahnya dan ingin menunjukkan eksistensi dirinya dalam forum tanpa memberikan kontribusi dalam forum. Otak batu yang dikedepankan membuat peserta forum yang tidak paham hanya terbeong –beong. Dan mayoritas peserta yang ada di forum hanya berbicara dan bercanda sendiri tetapi jika sudah voting mereka tanpa pikir panjang menentukan sikapnya. Layaknya anjing yang punya majikan. Dan faktanya banyak mahasiswa baru yang disuruh kesana agar menjadi lumbung suara dalam voting. Rasional choice yang buruk di Indonesia juga ditemukan di kampus. Tempat para akademisi bermukim.
 
Contoh lain adalah ketika kita mendengar mahasiswa yang selalu mengandalkan orang tuaku orang penting, orang tuaku “have the power” …., orang tuaku seorang the fighter…..Argggghhhhh.!!!! Mereka secara tidak langsung menunjukkan ketidakberdayaan serta sifat pengecut yang bersembunyi dibalik orang lain. Mungkin teman mahasiswa lain sebal kita mendengar kata – kata tadi tapi mereka hanya diam. Pengecut tadi seolah lupa akan dirinya sendiri dan menggagahkan diri padahal dia hanyalah pecundang dan penganut paham BARBARISME.
Jam Pasir Kejujuran
Jika kita melihat jam pasir yang menandakan waktu dengan pasir yang berada diatas dengan sendirinya akan jatuh ke tempat kosong dibawahnya. Pasir tersebut akan habis dengan sendirinya. Bila diibaratkan kejujuran yang kita tanamkan sejak dini kita cemari dengan kebohongan. Maka lama – kelamaan kejujuran kita akan terkikis habis dan diganti dengan tabung penuh kebohongan. Ini sama halnya dengan sifat jujur yang kita coba terapkan saat ini. Sifat jujur ini akan hilang bila kita sering berbohong.
 
Inilah yang dialami bangsa ini. Korupsi tidak beda halnya dengan kejujuran. Saya teringat kata seorang dosen yang mengatakan apa yang kita kerjakan saat ini akan menjadi karakter di masa depan karena karakter berawal dari kebiasaan. Banyak yang tidak mengerti bahwa laporan pertanggungjawaban (LPJ) menjadi hal yang sangat urgent. LPJ ditolak gara – gara tidak sama dengan proposal yang diajukan, lpj dibuat sebelum kegiatan, LPJ dilebihkan jika tidak akan mubadzir nantinya. Kejadian yang mungkin pernah/sering dialami oleh mahasiswa yang aktif di organisasi. Batu kecil, yang tidak diperhatikan oleh setiap elemen di kampus. Saya hanya tersenyum dalam hati ketika mahasiswa melakukan aksi memperingati Hari Anti Korupsi Se-Dunia. Sepele tapi itulah benih – benih koruptor yang dipupuk dan terlupakan oleh mahasiswa.
 
Saya jadi berpikir mungkinkah koruptor sekarang, ketika mahasiswa juga melakukan hal yang sama dengan kita? Pimpinan pun seolah tak mau tahu. Mungkin dikarenakan selalu sibuk menghabiskan dana diakhir tahun yang masih banyak. Ketakutan tahun depan jatah dikurangi karena dana sisa melimpah. Bukti ketidak jujuran kurang mampu membuat kegiatan. Atau dikarenakan mereka bingung disuruh menghabiskan dana dengan waktu yang minim. Jika dibiarkan begini terus kita selalu dibimbing dan dididik tidak jujur. Sehingga dimasa depan KITA ADALAH KORUPTOR SELANJUTNYA.

Oleh : Irfa Ronaboyd
13/12/2009

Comments