Kabut Asap

https://media.licdn.com/mpr/mpr/shrinknp_400_400/p/7/000/287/11a/29c4980.jpg
Irfa Ronaboyd Muhadiharja
Mungkin tidak hanya Saya yang sering menjumpai pertengkaran antar tetangga disebabkan oleh hal-hal sepele, namun sangat mengganggu seperti asap dari pembakaran sampah yang memasuki rumah-rumah tetangga. Pertengkaran itu berawal dari saling sindir, kemudian berubah menjadi adu mulut meskipun jarang berakhir dalam adu fisik. Apabila di desa nampaknya masih bisa saling memaklumi karena belum ada pengelolaan sampah yang terorganisir dengan baik. Pada suatu perumahan yang padat penduduk, entah itu perumahan elit maupun kumuh, jika terjadi pembakaran sampah pasti menimbulkan konflik.
 
            Beberapa bulan terakhir tetangga kita, Malaysia dan Singapura, banyak menyindir di media sosial dengan #TerimaKasihIndonesia untuk menyambut datangnya kabut asap yang rutin datang beberapa tahun terakhir. Kabut asap tidak hanya memunculkan gerakan viral dari luar negeri, di Indonesia pun muncul bermacam-macam bentuk protes terhadap pemerintah serta perusahaan pembakar hutan. Simpati kepada para korban kabut asap juga sama besarnya, bahkan secara khusus harian Republika edisi 8 Oktober 2015 halaman depannya tertutup oleh asap sehingga sangat sulit dibaca. Saya memang belum begitu merasakan suasana dari kabut asap di Sumatra dan Kalimantan, tetapi saya membayangkan wilayah tersebut lebih parah dari Florian Triangle dalam dunia One Piece yang tertutup kabut tebal sehingga menghalangi sinar matahari masuk. Saya katakan lebih parah karena efek dari kabut asap di sana menyebabkan gangguan pernapasan yang berpotensi menimbulkan penyakit bahkan kematian.
 
            Ada dua subjek yang harus bertanggungjawab dalam kasus kabut asap di Sumatra dan Kalimantan, yaitu negara dan korporasi. Korporasi/perusahaan sebagai pelaku utama sangat jelas memiliki tanggungjawab terhadap kerusakan serta dampaknya. Pada perspektif hukum internasional sedikit berbeda karena negara memiliki yurisdiksi untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya dan Indonesia telah lalai dalam mengatur dan mengontrol berbagai kegiatan di wilayahnya sehingga menimbulkan kerugian pada negara tetangga. Konsep awal pertanggungjawaban negara hanya berfungsi secara internal, namun kemudian berkembang secara eksternal. Apalagi pemahaman masyarakat internasional terhadap lingkungan hidup sebagai satu kesatuan internasional (wholeness) karena kerusakan yang terjadi berdampak pada lingkungan global. Pasal 21 Deklarasi Stockholm 1972 memuat pertanggungjawaban negara terkait lingkungan hidup.
 
            Sejatinya sejak tahun 2002 negara-negara ASEAN telah menyapakati The ASEAN  Agreement on Transboundary Haze Pollution (selanjutnya AATHP), namun baru tahun 2014 Indonesia meratifikasinya. Wacana yang muncul menyebutkan bahwa ratifikasi tidak menyelesaikan permasalahan kabut asap dan ratifikasi memberikan peluang negara lain terlibat dalam pemadaman sehingga dapat mengganggu kedaulatan. Tetapi setidaknya dengan ratifikasi, negara-negara ASEAN tidak dapat menuntut ganti rugi kepada Indonesia karena hal tersebut merupakan tanggungjawab bersama negara-negara ASEAN. Alokasi dana ganti rugi bisa dipergunakan untuk membantu para korban kabut asap di dalam negeri yang lebih menderita.  Hal ini juga disadari oleh negara-negara ASEAN karena pelaku pembakaran merupakan Perusahaan dengan Penanaman Modal Asing (baca Perusahaan Asing) berasal dari beberapa negara anggota ASEAN.
 
            Sebagai lulusan Fakultas Hukum yang tidak terkena dampak kabut asap, saya bisa saja memberikan jawaban klise tentang penguatan penegakan hukum nasional tentang lingkungan hidup, pemberian sanksi yang berat bagi pelaku dan bla bla bla... Dan kembali pada perumpamaan hubungan antar tetangga di suatu perumahaan yang padat penduduk, apa yang anda lakukan jika tetangga anda (entah itu oleh kepala keluarga atau salah satu anggota keluarga tetangga) membakar sampah yang kemudian dibiarkan atau tidak mampu mereka padamkan? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kejadian itu agar tidak terulang kembali? Banyak opsi jalan keluar, namun opsi saja tidak cukup karena butuh penanganan cepat dan khusus.