Pendidikan merupakan suatu pemenuhan dasar bagi manusia untuk meningkatkan dan mengekplorasi dirinya untuk melampaui batas. Jika suatu pendidikan sudah tidak tertanam dalam dirinya maka dapat dipastikan suatu penalaran dan kemampuan dari setiap seseorang tidak akan pernah mencapai puncaknya. Setiap manusia yang tidak tahu pendidikan, besar kemungkinan akan stagnan dan tidak akan mengalami suatu perkembangan; baik secara mental, pemikiran, penalaran dll. Sehingga pendidikan sangatlah penting untuk masuk ke dalam jiwa dan nadi manusia.
Jika berbicara pendidikan semua orang akan mengenalnya, tentang pentingnya, dampaknya dan manfaatnya. Di Indonesia sendiri pendidikan merupakan sebuah cara untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) melalui pemikiran yang kompleks dari segala macam bentuk kehidupan akan di dapatnya. Jika SDM telah terbentuk dengan baik, dipastikan mereka akan berpikir rasional, kreatif, dan berwawasan luas.
Menurut penelitian yang dilakukan International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018, menempatkan Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara di dunia, penelitian ini menggunakan 3 indikator dalam penilaiannya yakni, tingkat pembaca, matematika dan ilmu pengetahuan.
Dari indikator ini tingkat pembaca Indonesia mendapatkan nilai 371, matematika 379 dan ilmu pengetahuan 396, dari survei yang dilakukan PISA tersebut Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, sedangkan Singapura yang sebagai negara kecil mendapatkan peringkat ke 2 dari 77 negara di dunia.
Secara geografis Singapura dan Indonesia berdekatan tetapi dalam hal dunia pendidikan Indonesia kalah jauh, lantas apa yang membedakan? Jika saja pendidikan yang menjadi penggerak utama dalam kemajuan negara dengan cara menaikkan SDM yang masih lemah. Bisa dipastikan negeri yang terbentang dari Sabang sampai Merauke ini, yang dengan 260 juta lebih penduduknya akan kalah bersaing di dunia Internasional. Bahkan yang lebih parah sebagai tuan di negaranya sendiri saat akan menjadi penonton di dunia industri atau yang lain, sehingga semua kekayaan yang melimpah ini akan dimanfaatkan oleh orang-orang asing karena penduduknya sendiri tidak mampu untuk mengolahnya.
Lantas cara seperti apa yang perlu diperbaiki? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yang sekaligus pendiri Go-jek ini memberikan gebrakan baru setelah sah dilantik menjadi menteri Indonesia Maju, mungkinkah itu sebuah babak baru di dunia pendidikan kita? Yang sebelumnya menurut penelitian PISA berada di peringkat 72 dari 77 negara di Dunia. Kita lihat saja kebijakan-kebijakan ke depannya.
Hal yang paling sentral dalam kebijakannya yaitu penghapusan Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Assesmen Kompetensi mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, sampai Sekolah Menengah Atas, secara mengejutkan UN tidak diberlakukan mulai dari tahun 2021. Menurutnya penghapusan UN yang diganti Assesmen Kompetensi merupakan penyederhanaan dari UN. Ia pun menegaskan bahwa bahasa yang tepat bukanlah menghapus UN, melainkan mengganti sistem UN.
Setelah dievaluasi terdapat beberapa hal diantaranya, pertama UN hanya menjadi ajang menghapal materi pelajaran yang diujikan, kedua UN sebagai sumber stress bagi siswa, guru dan keluarga, karena menjadi penentu nilai akhir siswa di sekolah, ketiga UN tidak mampu menyentuh kognitif siswa, dan karakter anak sehingga tidak menjadi efektif. Semoga dengan digantinya dengan Assesmen Kompetensi dan Survei Karakter ini mampu memberikan terobosan baru dan peningkatkan SDM rakyat Indonesia, sehingga menjadi suatu pencerahan dan nantinya mampu bersaing.
Selain penghapusan UN, gebrakan terbaru yakni Kampus Merdeka. Diterapkannya kebijakan ini dimana kuliah di kampus hanya selama 5 semester, dan 3 semester ke depannya digunakan untuk magang. Pernyataan ini menjadi kontroversi dan tidak sedikit pula yang mengkritik kebijakan ini, ada yang beranggapan bahwa 3 semester yang digunakan untuk magang itu, alih-alihmahasiswa sudah disiapkan untuk menjadi tenaga kerja atau buruh industri bahkan mahasiswa yang harusnya kreatif melalui penelitian untuk mendapatkan inovasi-inovasi baru menjadi hilang.
Menurut Nadiem Makarim, mahasiswa bukan disiapkan untuk dunia atau menghilangkan inovasi-inovasi mahasiswa melalui penelitiannya. Dengan diterapkannya Kampus Merdeka Mahasiswa mempunyai waktu 3 semester untuk magang dan mengolah kemampuannya sesuai passionnya, seperti halnya belajar renang jika di kampus akan diajari 1 atau 2 gaya padahal jika langsung terjun akan lebih efektif. Ia akan tahu laut itu seperti apa, rintangannya, bahayanya sehingga ia akan lebih paham. Jika berbicara penelitian dan inovasi dalam magang misalnya di sektor pertanian, dari itulah sambil melakukan penelitian selama 6 bulan untuk melakukannya dan terjun langsung maka itu lebih efektif dan lebih memahami. (Sumber: Tempo.co)
Sebenarnya dari setiap gebrakan atau terobosan baru itu oke-oke saja, yang menjadi masalah apakah hal itu akan diterapkan dengan baik pula? Ya semoga saja ini menjadi pembeda dan menjadi perbaikan ke depannya. Sekaligus mampu meningkatkan SDM rakyat Indonesia sehingga mampu bersaing di dunia internasional nantinya.
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan," - Tan Malaka.
Penulis : Syaiful Bahri