Cyber Bullying; Pembunuh Mental Terkejam

Mulutmu harimaumu. Mungkin pepatah itu dulu begitu terkenal di seluruh penjuru. Namun seiring dengan berjalannya waktu, yang sudah memasuki era modern digital, pepatah itu seakan sudah usang tak ada artinya. Tergantikan dengan pepatah baru, ketikanmu harimaumu. Karena sejatinya untuk saat ini ketikan lebih mudah membunuh daripada mulut.

Cyber bullying itulah istilahnya, atau kalau terlalu sulit diucapkan oleh lidah Indonesia sebut saja intimidasi dunia maya. Agaknya cyber bullying saat ini dijadikan tren kekinian khususnya di kalangan remaja. Mengapa remaja? Ya logikanya saja, era digital seperti ini pastinya lebih dominan dikuasai oleh para remaja. Tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang sudah tua juga mengetahuinya. Hanya saja remaja terkadang belum begitu pandai mengendalikan emosi yang meluap dalam dirinya. 

Para remaja beranggapan bahwa pada masa inilah mereka bisa bertingkah se bar-bar yang mereka inginkan tanpa tahu akibat dari perbuatan itu. Proses pencarian jati diri yang terkadang keliru. Meskipun terlihat kecil dan sepele, nyatanya mampu membunuh mental seseorang. Cyber bullying contohnya.

Memang benar sebagai warga negara Indonesia, masing-masing individu mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat, sesuai yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Namun apakah benar jika menyuarakan pendapat yang justru malah tergolong penghinaan. Jelas tidak. Menyuarakan pendapat juga ada tata caranya. Tidak dengan kata-kata hinaan yang merendahkan seseorang, apalagi di dunia maya yang notabene mudah untuk diakses semua orang tanpa terkecuali.
Mungkin dari para pelaku bully menganggap apa yang mereka tuliskan itu adalah hal yang tidak ada artinya. Mereka beranggapan hanya sebagai candaan semata. Okelah, itu yang ada di pikiran kalian (Baca: pelaku bully). Lagi-lagi apakah setiap orang bisa mengartikan itu sebagai candaan jika sudah melewati batas kemanusiaan? Tentu tidak, karena pikiran dan asumsi setiap orang berbeda-beda.

Ada orang yang memang benar menganggap itu sebagai candaan, juga ada yang bersikap biasa saja, dan ada pula yang menganggap itu semua sebagai hinaan bagi mereka. Katakanlah yang menganggap sebagai hinaan memiliki perasaan sensitif terhadap hal seperti itu. Karena memang itu adanya. Siapa sih yang tidak akan merasa seperti itu, tanpa mengetahui apapun tentang orang yang tidak dia kenal, lantas tiba-tiba saja mengintimidasinya dengan komentar buruk, ancaman, dan ujaran kebencian?
Mereka, para pembuli, tidak akan pernah tahu apa akibat dari komentar-komentar buruk, ujaran kebencian, dan ancaman yang mereka tulis di dunia maya. Jari-jari mereka seakan tertawa puas setelah melakukan perbuatan seperti itu tanpa tahu bahwa ada orang yang benar-benar tersiksa dan terbunuh mentalnya akan hal itu.
Mental sangatlah berpengaruh terhadap diri seseorang. Jika orang itu telah terbunuh mentalnya, maka hidupnya tidak akan bisa ia kendalikan lagi. Para korban akan merasakan tidak nyaman dan selalu dihampiri rasa kegelisahan setiap saat. Beranggapan bahwa dirinya tidaklah berguna. Para korban pembulian sebagian besar akan mengalami depresi, yang berakibat pada kejiwaan mereka.
Cyber bullying tidak hanya berdampak bagi korban saja, tetapi juga kepada orang yang dekat dengan korban. Orang tua dan teman misalnya. Mereka pasti juga akan ikut merasakan sakitnya. Mereka yang sejatinya selalu menjaga dan menyayangi korban dengan setulus hati saja tidak pernah melakukan hal itu. Tetapi para pembuli itu yang hanya bermodalkan akun anonim dengan seenak mereka dan tanpa berpikir dampak setelah melakukan pembulian.
Dewasa ini sudah banyak kasus-kasus bullying yang demikian. Mayoritas dari mereka masihlah remaja yang labil. Belum tahu akibat baik dan buruk dari perbuatannya. Remaja yang masih memerlukan bimbingan orang tua. Dengan terkenanya mereka akan kasus seperti ini, tentu saja orang tua mereka yang kerepotan kesana kemari dan pastinya nama baik juga tercemar.
 
Nasi sudah menjadi bubur, yang dengan bagaimanapun caranya bubur tersebut tidak akan bisa kembali lagi menjadi nasi. Sama halnya dengan para korban yang sudah menderita depresi atau gangguan kejiwaan akan sangat sulit untuk dikembalikan ke semula. Jikalau bisa akan membutuhkan waktu yang mungkin relatif lama. Dan beberapa dampak lain, si korban tidak akan sama seperti dulu lagi, tertanam sikap was-was dibenaknya.
Para korban pembulian akan menjadi pribadi yang berbeda dari dirinya sebelumnya. Cenderung memilih diam karena takut dengan dunia luar dan interaksi sosial. Akan sangat sulit mendapatkan kepercayaan dari mereka lagi yang terlanjur memandang takut kita bahkan kepada keluarganya sendiri. Akibat terparah yang didapat bisa sampai si korban melukai diri sendiri atau bahkan sampai melakukan percobaan bunuh diri.
Ya memang semengerikan itu akibat dari cyber bullying. Ada pula yang mengatakan, jika ingin melihat seseorang mati, jangan membunuhnya dengan pisau atau sebagainya, tapi bunuhlah mentalnya, dan itu memang benar adanya. Jadi jagalah ketikan anda. Gunakanlah jari anda untuk mengetik sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Terakhir, gunakanlah media sosial sebagaimana mestinya. Sesuai dengan proporsinya.

Oleh: Tania Eka Lestari

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post