Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali
Tetapi hari ini, aku akan mati
Aku tak tahu apakah aku bisa bangkit
Judul Buku : Laut Bercerita
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit: Gramedia
Cetakan : Cetakan Kelima, November 2018
Tebal Buku: 377 Halaman
ISBN : 591701418
Pagi hari, ditemani deburan ombak dan terjerembab di dasar lautan, Biru Laut mulai bercerita kepada pembaca bagaimana ia akan menemui ujung kehidupannya setelah disekap dan disiksa beberapa bulan lamanya.
Laut Bercerita mengisahkan antara tahun 1991 sampai dengan 1998. Salah satunya tergambar sisi pemerintahan orde baru yang kelam dimana para aktivis yang notabene kebanyakan mahasiswa tidak hanya dibatasi haknya dalam bersuara, sekaligus dihilangkan hingga dimusnahkan keberadaannya.
“Akan ada yang muncul, Laut. Percayalah! Mereka mungkin masih diam, tetapi tokoh-tokoh oposisi akan muncul. Sementara kita tetap menyalakan isu-isu penting di kampus maupun diluar kampus.”
Biru Laut dan kawannya yang sesama kelompok aktivis mahasiswa selalu menyuarakan pandangan mereka yang berbeda dengan penguasa kala itu. Tindakan mereka dibatasi oleh tekanan yang mereka dapatkan dari pihak elit yang berkuasa. Hingga suatu perlawanan yang mereka lakukan dibarengi pengejaran yang membuat Biru Laut dan kelompoknya morat-marit, bepindah-pindah dalam pelarian hingga ke luar Jawa dan berakhir penangkapan oleh pasukan rahasia.
Sebagian diantara mereka tidak pernah kembali, sehingga meninggalkan rasa luka dan bersalah bagi korban yang dipulangkan terhadap keluarganya. Keluarga dari para aktivis yang hilang terus mencari dan menuntut keadilan pada negara atas anak, saudara, ataupun kekasih yang entah dimana adanya.
Kelompok milik Biru Laut ikut beperan dalam mengentaskan permasalahan yang dihadapi oleh buruh dan petani yang menjadi korban dari pemerintah yang semenah-menah. Misal, saat sawah petani dipaksa untuk dijadikan lapangan tembak militer, mereka berbondong-bondong melakukan blokade dengan tanam jagung namun gagal karena sudah diketahui dahulu oleh para intel. Hingga perjuangannya berakhir di meja DPR Jawa Timur, dimana teman Biru Laut berpendapat bahwa DPR dan DPRD selama ini adalah septic tank, tempat penampungan belaka.
Alur yang disajikan dalam novel ini cukup menyesakkan. Pembaca ikut terbawa dan merasakan bagaimana menjadi bagian dari keluarga yang kehilangan dan ditinggalkan, pun membayangkan bagaimana keadaan mereka yang dihilangkan tanpa ada titik terang.
Beberapa dari mereka yang selamat dan dipulangkan menjadi sumber bagi keluarga yang kehilangan untuk menceritakan kengiluan, kepedian serta luka saat disekap dan disiksa. Mereka yang ditangkap tidak hanya sakit dan trauma secara fisik namun juga meninggalkan trauma psikis yang berkepanjangan.
Laut Bercerita selalu mengutamakan bagaimana mengilustrasikan suatu pancara indera, bukan hanya 6 panca indera saja namun ikatan batin yang kuat antar anggota kelompok maupun anggota keluarga. Leila S. Chudori selalu berhasil menggambarkan bagaimana aroma masakan, perasaan cinta, berlogika, peka terhadap lingkungan sekitar dan lain sebagainya.
“Yang penting kita ingat... setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, Laut. Mungkin saja kita keluar dari rezim ini 10 tahun lagi atau 20 tahun lagi, tapi apa yang kamu alami di Blanggunan dan Bungurasih adalah sebuah langkah. Sebuah baris dalam puisimu. Sebuah kalimat pertama dari cerita pendekmu.”
Salah satu buku karya Leila S. Chudori ini dibagi menjadi dua bab. Pada bab pertama disuguhkan Biru Laut lah yang bercerita tentang segala kepedihan, kerinduan dan ketakutan sebagai aktivis, buronan dan pembangkang dari pemerintah. Sosok dari Laut ini dikisahkan penuh dengan tekanan, ia terus bersembunyi dan berlari dari pencarian lalat-lalat yang tersebar.
Bab kedua diambil dari sudut pandang keluarga Biru Laut yatu sang adik Asmara Jati yang kehilangan saudara. Asmara berusaha mencari walaupun sampai ke dasar laut demi sebuah harapan bagi sang saudara jikalau masih hidup. Keluarga Asmara Jati, beserta Tim Komisi Orang Hilang berusaha untuk tetap mencari dengan mulai mendengarkan testimoni dari korban yang sudah dipulangkan kala itu serta menuntut kejelasan tentang hilangnya anggota keluarga mereka.
Bab yang terakhir ini sangat kontras jika dibandingkan dengan bab awalnya, bukan hanya didongengi oleh adik Biru Laut, namun tulisan Leila S. Chudori di bagian kedua ini mewakili bagaimana perasaan keluarga korban penghilangan paksa, bagaimana usaha pencarian mereka terhadap kerabatnya yang tak pernah kembali. Juga tentang perasaan para korban selamat, ataupun terpenjaranya mental mereka atas kejadian yang telah dialami.
Tags
Resensi