Perekonomian sebagai salah satu aspek penting penunjang kemajuan bangsa tentunya menjadi hal yang sangat perlu untuk diperhatikan. Perekonomian juga merupakan hal yang menentukan kesejahteraan masyarakat sehingga tidak jarang sangat menarik untuk diperbincangkan.
Adanya kondisi pandemi ini semakin membuat perekonomian menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai solusi dari permasalahan ekonomi yang timbul akibat kondisi ini.
Tidak sedikit masyarakat yang mempermasalahkan kebijakan yang diterapkan pemerintah seperti pada rencana penerbitan surat utang yang dikatakan memiliki tenor terlama sepanjang sejarah. Selain itu, kondisi ini juga mengakibatkan banyak masyarakat yang harus kehilangan ataupun mengalami penurunan pendapatan.
Belum lagi kebijakan mengenai PSBB yang memberikan dampak terhadap berbagai sektor, salah satunya yang utama yakni perekonomian. Masyarakat menengah ke bawah dan para pekerja informal, khususnya yang merasakan langsung dampak dari adanya kebijakan ini. Sekaligus terhadap penerimaan pajak, yang dirasa merupakan salah satu penyumbang devisa Negara terbesar.
Kondisi di atas mau tidak mau mengharuskan pemerintah membuat kebijakan yang bisa membantu masyarakat yang merasakan langsung dampak dari ketidakstabilan kini. Adanya pemberian bantuan sosial berupa sembako, tentu menjadi kabar baik bagi masyarakat yang perekonomiannya terganggu ataupun yang kehilangan penghasilan.
Akan tetapi, pada prakteknya ternyata kebijakan ini mengalami kendala untuk segera direalisasikan, di Bogor misalnya, direncanakan bantuan tersebut sudah bisa disalurkan pada tanggal 20-21 April 2020, namun kemudian diundur hingga tangga 25 April, yang pada saat itu juga bantuan tersebut masih belum juga dapat disalurkan.
Dilansir dari kompas.com penyebab terkendalanya penyaluran bantuan ini dikarenakan tas jinjing yang digunakan untuk penyaluran bantuan masih belum siap walaupun paket sembakonya sendiri sudah tersedia.
Kendala penyediaan tas pembungkus ini dikarenakan produsen tas tersebut mengalami kesulitan dalam mengimpor bahan baku
Permasalahan tersebut tentu saja membuat pemerintah daerah kelimpungan, hal ini dikarenakan pemerintah daerah tidak berhak memberikan bantuan kepada masyarakat tanpa melalui persetujuan pemerintah pusat. Selain itu, distribusi bantuan ini juga ternyata tidak disalurkan secara merata dan serentak. Seperti mengutip dari laman tirto.id, ada warga Bandung Raya yang menerima bantuan langsung dari Ridwan Kamil, sementara ada warga yang belum menerima bantuan karena tercatat sebagai penerima bantuan dari Pemerintah Pusat.
Hal itu tentu saja menjadi suatu permasalahan yang cukup kompleks. Dan karena tidak adanya keserentakan ini, juga sangat berpengaruh kepada kondisi sosial masyarakat dimana bisa saja menimbulkan kecemburuan sosial yang mana efeknya tentu saja tidak akan berakibat baik.
Banyak pertanyaan yang timbul karena adanya bantuan sosial ini, salah satunya yaitu tujuan adanya tulisan bantuan presiden dalam tas pembungkusnya, tidak sedikit masyarakat yang menganggap negatif bahwa uang yang dikeluarkan untuk dana bantuan tersebut merupakan uang rakyat, sehingga tidak seharusnya ada tulisan bantuan presiden dalam tas pembungkusnya. Pun banyak juga masyarakat yang kemudian mempertanyakan, apakah bantuan tersebut memang untuk kepentingan masyarakat ataukah sebagai ajang pencitraan saja (?).
Sejalan dengan itu, masih dalam situs tirto.id, menurut pengamat kebijakan publik Universitas Padjajaran, aksi distribusi bantuan sosial (bansos) berlabel ‘bantuan presiden’ tersebut hanya bermuatan politis. Aksi ini juga tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Jawa Barat, dimana pada saat itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat membagikan bansos dengan foto Ridwan Kamil serta Ruzhanul Ulum kepada masyarakat, yang kemudian juga dipersoalkan karena terkesan sedang membuat pencitraan lewat label bantuan belaka.
Di sisi lain, menurut pengamat komunikasi Universitas Indonesia (UI), keterlambatan akibat pembungkus bansos ini dinilai karena proses komunikasi birokrasi prosedural dan formal. Ini berarti pembuatan label dengan menggunakan dana pemerintahan tidak bisa menggunakan perintah lisan saja, tetapi harus menggunakan surat formal. Ia juga mengatakan tujuan pelabelan pembungkus bansos tersebut mungkin untuk mempelihatkan adanya inventarisasi atau inventori dari paket yang disiapkan pemerintah. Selain bagian dari simbolisasi representasi atau reputasi pemerintah pusat, pelabelan tersebut juga berfungsi untuk menghindari manipulasi politik yang menutupi pemberian dari yang sebenarnya, diambil dari merdeka.com.
Oleh: Fitri Aminah
Comments