Voice – Pemilihan Presiden Mahasiswa (Pilpresma) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) diselenggarakan pada hari Jumat (18/12/20) dengan cara Electronic-Vote (E-vote). Hal ini mengacu kepada Pers Release yang berisi upaya menekan penyebaran Covid-19 di lingkungan UTM. Dengan demikian Komisi Pemilihan Umum Keluarga Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (KPUM-KM UTM) menerbitkan Undang-Undang Keluarga Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura Nomor 1 Tahun 2020 (UU-KM UTM) tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Mahasiswa Dengan Electronic-Vote di Lingkungan Universitas Trunojoyo Madura. Mengacu pada Undang-Undang tersebut, Penyelenggaraan Permilihan Mahasiswa UTM dilakukan melaui E-Vote, terkait penyelenggaraan E-Vote sendiri bukan hanya memilih Presma saja melainkan juga memilih Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UTM (DPM KM-UTM).
Diketahui sebelumnya, bahwa calon Presma UTM hanya berjumlah satu pasangan saja, yakni pasangan Ach. Faiq dan M. Lutfi Hidayat. Jika mengacu pada Pemilihan Presiden Republik Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bahwasanya pendaftaran calon Presiden dan Wakil Presiden jika hanya terdapat satu pasangan maka akan dilakukan perpanjangan waktu selama 7x24 jam. Namun dalam hal pemilihan Presma UTM tidak mengacu terhadap hal tersebut. Ketua KPUM Alfian saat dihubungi via WhatsApp mengenai hal itu, hingga saat ini belum ada respon.
Terkait proses berlangsungnya Pilpresma banyak mahasiswa yang mengeluhkan dan tidak mengetahui rangkaian pelaksanaan. Banyak yang belum mengetahui mengenai pelaksanaannya, calonnya, hingga visi-misnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Kiki mahasiswa semester tujuh dari Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya bahwa ia minim sekali menerima informasi terkait pelaksanaan Pilpresma. “Kalau masalah informasi, saya dapat dari sosial media Whatsapp teman-teman. Sedangkan terkait visi-misi tidak tahu sama sekali tentang infonya,” terangnya saat dihubungi via Whatsapp.
Hal itu senada dengan yang disampaikan Suryana yang mengatakan baru mengetahui pemilihan Presma saat pelaksanaannya (18/12/20) dari story WhatsApp, sedangkan terkait calon dan visi-misinya tidak tahu sama sekali. “Ya tahu dari story WhatsApp teman-teman kampus, terkait calonnya dan visi-misinya belum tahu sama sekali tiba-tiba muncul satu calon.” Ungkap mahasiswa Angkatan 2018 tersebut.
Lebih lanjut, Suryana menambahkan bahwa menurutnya pemilu kali ini dengan pemilu tahun lalu merasa tertindas oleh golongan oligarki, harusnya demokrasi untuk kesejahteraan namun berasa otoriter. Pemilu tahun ini lebih kacau balau. “Kami sebagai mahasiswa merasa tertindas oleh golongan oligarki, harusnya berkompetensi satu sama lain untuk kesejahteraan, namun berasa otoriter pemilu tahun ini, lebih kacau balau,” jelasnya.
Apabila berkaca pelaksanaan Pilkada dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang bahwa UU KM UTM Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemilu E-vote tidak mengatur persoalan mekanisme calon tunggal (Vacum of norm).
Menurut UU Pilkada Serentak calon pasangan tunggal hanya di tetapkan apabila memperoleh lebih dari 50% suara sah. Sedangkan masyarakat diberikan alternatif yaitu kolom kosong (kotak kosong). Hal ini berbeda dengan pemilihan Presma UTM yang secara jelas bahwa pasangan calon Presma hanya ada satu pasangan calon, namun dalam UU-KM UTM tidak mengatur mengenai penentuan pemenang, dan juga dalam penyelengaraan pemilihan Presma 2020 ini yang dilakukan melalui E-Vote dengan link bit.ly/PEMILUVOTEUTM. Di laman tersebut hanya terdapat satu pasangan calon saja sedangkan kotak kosong tidak ada, sedangkan untuk melangkah ke halaman berikutnya diwajibkan untuk meng-vote pasangan calon tersebut.
Fifah Mahasiswa semester 1 jurusan Ilmu Hukum ini mengatakan tidak ada kotak kosong di laman Vote saat di next hanya ada pemilihan DPM. “Tidak ada kotak kosong tadi, cuma pas next ada pemilihan DPM gitu.” Tandasnya
Sama seperti yang disampaikan oleh mahasiswa angkatan 19 yang enggan disebutkan namanya bahwasanya tidak ada kotak kosong. Ia menganggap teknis pelaksanaannya lebih mudah sehingga mudah dimanipulasi dan juga kurangnya sosialisasi sehingga banyak yang belum paham. “Pipresma dengan calon tunggal seharusnya ada kotak kosongnya yang disediakan. Perihal teknisnya juga masih membingungkan, dan tentu sangat mudah dimaniulasi dari pihak-pihak yang mengitervensi,” jelasnya.
Terkait tanggapan KPUM UTM saat dikonfirmasi via WhatsApp ketua KPUM-KM UTM Alfian hingga berita ini diterbitkan tidak juga merespon. (df/sb)
Comments