Menurut International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Perburuhan Internasional, pelecehan seksual merupakan bentuk diskriminasi seksual serius yang mempengaruhi wibawa perempuan dan laki-laki. Korban dari pelecehan seksual sendiri tidak pernah memandang jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban ataupun pelaku dari pelecehan seksual. Tidak hanya orang yang dilecehkan saja yang bisa menjadi korban, tapi orang lain juga bisa terkena dampak secara tidak langsung dari tindakan ofensif tersebut.
Dilansir dari website Republika.co.id menjelaskan bahwaKomisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat jumlah kekerasan seksual sepanjang 2019 mencapai 4.898 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun 2018, terjadi penurunan kasus tahun lalu.Penurunan kasus itu tergantung pada pengembalian kuesioner berkaitan dengan kasus kekerasan seksual baik pada anak ataupun perempuan. Dalam hal ini dirincikan pula bahwa dari 4.898 kasus kekerasan seksual tersebut dibagi menjadi dua bagian lagi, yakni dalam ranah personal berjumlah 2.807 kasus dan ranah komunitas 2.091 kasus.
Kemudian, jika dilihat dari jenis kelaminnya, maka kekerasan seksual lebih banyak menimpa perempuan, yakni mencapai 87% dan 13% menimpa laki-laki yang mengalami nasib serupa. Dari sini kita paham bahwa Indonesia yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggisopan santun tetapi memiliki angka kekerasan seksual yang cukup tinggi. Pada tahun 2012, setidaknya telah tercatat 4.336 kasus kekerasan seksual, di mana 2.920 kasus di antaranya terjadi di ranah publik atau komunitas, dengan mayoritas bentuknya adalah perkosaan dan pencabulan. Sedangkan pada tahun 2013, kasus kekerasan seksual bertambah menjadi 5.629 kasus. Ini artinya dalam 3 jam setidaknya ada 2 perempuan mengalami kekerasan seksual. Usia korban rata-rata kisaran 13-18 tahun dan 25-40 tahun.
Selain itu, saat ini kekerasan seksual dan pernikahan dinisedang terjadi dimana-mana. Hal ini terlihat dari data yang diterbitkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2014, bahwa setiap tahunnya terdapat 3 juta perempuan dari umur 15-19 tahun melakukan prosedur aborsi yang tidak aman. Kemudian, 1 dari 3 wanita di dunia telah melewati kekerasan fisik dan seksual dari pasangan maupun orang asing yang berakhir pada penyebaran HIV dan kehamilan.
Banyak sekali kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi Indonesia, contohnya pada anak disabilitas di Lumajang yang menjadi korban kekerasan seksual, kasus pelecehan alumni Universitas Islam Indonesia (UII), dan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengalami pelecehan seksual. Lantas apa yang menjadi penyebab jumlah kekerasan seksual di Indonesia sangat tinggi?
Dilansir dari m.brilio.net, salah satu penyebab utama semakin tingginya kasus-kasus kekerasan seksual adalahsemakin mudahnya akses pornografi. Di dunia maya, ribuan situs sengaja ditawarkan dan disajikan kepada siapa saja dan di mana saja. Sedangkan pada tempo.co, Riri menyebutkan bahwa setidaknya ada empat alasan, yaitu ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran atau pemakluman oleh masyarakat, dan penegakkan hukum yang lemah. Lalu bagaimana cara kita sebagai masyarakat Indonesia bisa membantu agar jumlah kasus pelecehan seksual dapat menurun?
Sebenarnya saat masa sekolah kita sudah mendapatkanmateri tentang pendidikan seksual. Namun, pendidikan seksual yang kita dapat semasa sekolah lebih mengarah kepada pendidikan dan pengetahuan secara biologis, seperti pubertas. Namun, jika kita lihat lebih jauh, hal tersebut masih sangatlah kurang, karena tidak cukup untuk mengatasi penyebab permasalahan tingginya kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Pihak sekolah mungkin juga mencari cara yang amanagar pendidikan seks dapat menjadi bahan ajar melalui pelajaran biologi. Namun terlepas dari alasan tersebut, pada dasarnya pendidikan seksual tidak hanya tentang pubertas sajaatau hanya sebatas bagaimana pria dan wanita berhubungan seks ataupun menjelaskan penyakit-penyakit seksual saja. Lebih dari itu, pendidikan seksual juga sebaiknya membahas tentang pelecehan dan kekerasan seksual serta bagaimana cara mencegahnya, alat kontrasepsi dan cara memasangnya serta bagaimana alat kontrasepsi tersebut bekerja, identitas gender dan cara menghormati orang dengan gender yang berbeda.Kemudian, pendidikan seksual juga harus disesuaikan dengan usia mereka. Karena banyak sekali hal-hal yang harus diketahui dan tidak mungkin jika dijelaskan dalam satu waktu.
Seandainya pendidikan seksual ini benar -benar diajarkandan diterapkan, mungkin kejadian-kejadian yang tidak diharapkan tidak akan terjadi , seperti married by accident (MBA), lgbtqia+ mendapatkan bullying, penderita human immunodeficiency virus (HIV) dan sexually transmitted diseases (STD) akan berkurang. Jika masih saja terjadi, maka bisa rawat dengan baik tanpa ada berbagai pemikiran yang menyerang
Kemudian, menurut International Technical Guidance on Sexuality Education milik UNESCO, pendidikan seksual memiliki banyak sekali keuntungan, yaitu penundaan aktivitas dan interaksi seksual, pengurangan terjadinya aktivitas, interaksi seksual secara bebas, rendahnya angka pengambilanrisiko untuk berhubungan seksual, dan meningkatnya angka penggunaan alat kontrasepsi yang bisa meminimalisirpenyebaran HIV AIDS dan dampak negatif lainnya. Selain itu, dengan mengajarkan pendidikan seksual diharapkan dapatmembantu mereka untuk mengenal konsep persetujuan atau“consent”, di mana hal ini secara tidak langsungmempromosikan otoritas diri mereka kepada tubuh mereka masing-masing. Maksudnya adalah bahwa setiap aktivitas seksual dengan tanpa adanya persetujuan dari si penerima adalah kekerasan seksual.
Penulis : Dea Aprillia
Ilustrasi : Andreas