Pada Kamis (4/4) pukul 09.45 di halaman depan gedung rektorat menjadi mimbar demokrasi "Rapor Merah Rektorium". Para mahasiswa yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasinya kepada kepada jajaran rektorium atas kinerja yang dianggap tidak sesuai dengan harapan mahasiswa. Walaupun aksi ini dilakukan saat suasana ramadhan ditambah cuaca yang terik tidak menyurutkan dan mengecilkan suara serta semangat mereka dalam menyampaikan orasinnya.
Demontrasi yang
digerakan oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Universitas Trunojoyo Madura yang bertujuan untuk
mengawasi kebijakan-kebijakan yang
dianggap akan merugikan mahasiswa untuk kedepannya. Surokim selaku Wakil Rektor III sempat mendatangi para
mahasiswa yang melakukan aksi demo, akan tetapi kedatangannya ditolak
mentah-mentah oleh para mahasiswa karena mereka ingin bertemu dengan Safi’
selaku Rektor UTM untuk melakukan audiensi terkait permasalahan yang ada di
UTM. Memasuki pukul 12.00 terjadi ketegangan antara
mahasiswa dengan pihak keamanan UTM, hal ini disebakan karena Safi’ tidak kunjung mendatangi
mereka dan para mahasiswa yang mulai kesal karena merasa tidak dipedulikan atas
aksinya itu. Kericuhan tersebut sempat terjadi beberapa
kali, dari
mulai pembakaran ban bekas didepan halaman
gedung rector dan hampir terjadinya baku hantam akibat para mahasiswa
yang memaksa untuk masuk langsung ke gedung agar dapat memastikan bahwa Safi’
akan menemui mereka. Namun dari ketegangan tersebut
tidak sampai terjadi kekerasan fisik, dan
tidak ada korban yang mengalami luka-luka dari aksi tersebut.
Orasi
yang dilakukan kian lantang disampaikan menjadi sebuah panggilan kepada
pihak rektorium. Pembacaan tahlil dilakukan
dalam rangkaian seruan aksi mahasiswa. Namun akhirnya, pada pukul 13.10 pihak rektorium mengajak
para mahasiswa untuk berdiskusi di dalam gedung Rektorat. Adapun
tuntutan yang disampaikan kepada rektorium sebagai berikut berdasar surat
perjanjian antara Aliansi Mahasiswa Peduli UTM
dengan pimpinan kampus tertanggal 4 april 2024. 1. Menuntut dan merubah hasil keputusan Wakil
Rektor I Bidang Akademik Nomor 682/UN46/WA.00/2024
Tentang Wisuda XXXV tahun 2024 pada poin 2 (A) ayat 2 tentang paket toga yang
nanti dikenakan oleh wisudawan lulusan D3 dan S1 sifatnya adalah peminjaman
yang harus dikembalikan, serta menjadi salah satu persyaratan pengembalian
ijazah dirubah menjadi paket toga
yang akan dikenakan oleh wisudawan lulusan D3 dan SI sifatnya Hak Milik tanpa
harus dikenakan biaya;
2. Mengupgrade tes TOEFL yang ada di UTM
dari manual ke komputer yang disesuaikan
dengan standar fungsionalnya dan memberikan
transparansi alokasi anggaran yang sudah beberapa tahun tanpa ada kejelasan; 3. Menuntut dan merubah klaster UKT
tahun pelajaran baru 2024; 4.
Meminta transparansi klaster UKT semua mahasiswa tahun pelajaran baru 2024; 5. Memberhentikan
sementara pembangunan Fakultas Kedokteran sampai waktu yang tidak ditentukan serta
mempercepat pembangunan gedung dan prasarana laboratorium. 6. Mendesak pimpinan
UTM untuk segera membuat tim
khusus dengan stakeholder untuk menekan maraknya pencurian sepeda motor di
lingkungan kampus UTM.
“Kami
mengajukan beberapa tuntutan mulai dari permasalahan
toga wisuda dan fungsional toefl dari UTM
yang tidak dapat digunakan didunia kerja
ataupun studi selanjutnya. Jadi
sangat disayangkan, jika
toefl dari kampus negeri di Madura
tidak dapat digunakan secara keberlanjutan.
Selain itu, ada juga UKT yang dianggap tinggi tidak sesuai dengan lperekonomian di Madura. Jika UKT ini naik, ditakutkan
nantinya akan berdampak pada para camaba yang
kurang mampu dan tidak mendapatkan KIPK atau beasiswa lainnya tidak melakukan
pendaftaran ulang karena mendapatkan klaster UKT yang tinggi. Sehingga nantinya
akan terjadi pengurangan peminat dan kekurangan mahasiswa akibat UKT ini.” Jelas Masykur selaku Kordinator Lapangan pada aksi demo ini.
Kemudian
dalam orasi yang dilakukan disampaikan Aliandi Peduli
UTM telah melakukan kajian hukum, ekonomi dan
pembangunan terkait kebijakan-kebijakan yang “Kami
sebelum melakukan ini semua itu, sudah melakukan konsolidasi
akbar, kajian ekonomi dikaji secara ilmiah agar
kita dapat paham dalam sudut hukum itu bagaiaman dan secara ekonomi yang
disesuaikan dengan Madura. Kemudian dalam segi hukum kami menitik fokuskan terkait
permasalahan hukum seperti BLU dan toga seperti apa agar kita tahu. Apakah kebijakan tersebut telah sesuai
dengan peraturan yang ada atau dibuat dengan tidak sesuai,”
ungkap Masykur.
“Karena
kita membawa poin-poin
yang banyak, makanya
proses audiensi ini sangat lama karena terdapat
beberapa problematika berat dan diperlukan pemikiran ekstra terkait dampak negatif
terhadap kampus dan mahasiswa. Namun
sudah tersampaikan dengan baik,
tetapi ada poin yang perlu direvisi terkait
angka angka kenaikan klaster ukt yang tidak sesuai dengan geografis di Madura dimana kita mengajukan UKT tertinggi, yakni 4 juta
karena 7 juta terlalu tinggi dengan geografisnya di Madura. Kami juga
mendapatkan respon yang baik oleh pihak
rektorium. Mereka
mau bertanggungjawab atas
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan,”
tambah Masykur sebagai
koordinator lapangan.
Seruan
aksi yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa diharapkan akan ditindaklanjuti
oleh pimpinan kampus dengan melakukan kajian perbandingan dengan apa yang
dituntutkan oleh mahasiswa. Maka dari itu pimpinan kampus juga merespon dengan
baik dan terciptanya audiensi sebagai salah satu hak mahasiswa untuk
menyampaikan aspirasi sebagai bentuk demokrasi di kampus.
Penulis: Marhum, Selbiya, dan Anidia
Editor: Lauts
Comments