Menilik Kontroversi Pelarangan Operasional 24 Jam Warung Madura di Bali dari Aspek Hukum Bisnis dan Pelaku Usaha
Voice-Baru-baru ini ramai diperbincangkan tentang warung Madura yang dilarang beroperasi selama 24 jam tepatnya di Denpasar dan Klungkung, Bali. Larangan ini muncul atas himbauan dari beberapa pihak di Bali dengan alasan keamanan. Dilansir dari detikBali, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung telah mengeluarkan imbauan tentang pembatasan jam operasional toko dan warung seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2018 Kabupaten Klungkung tentang Penataan dan Pembinaan Pasar rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko swalayan. Hal tersebut menjadi kontroversial karena menimbulkan pendapat pro dan kontra di masyarakat Bali dan umum di Indonesia.
Warung Madura sendiri dikenal identik dengan jam operasionalnya selama 24 jam. Menurut tanggapan dari Ibu Turyati yang merupakan seorang perantau dari Pamekasan, yang saat ini telah membuka usaha kelontongnya di Madura, alasan bukanya warung Madura selama 24 jam karena waktu yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan jualan tersebut dirasa tidak cukup.
“Soalnya saya kan kesini jauh-jauh dari Pamekasan dan ninggalin keluarga dan anak disana. Jadi, kalau misalkan ada jam buka terus tutupnya saya merasa waktu jadi kebuang gitu. Ditambah kalau buka cuman setengah hari gak 24 jam itu gak cukup buat bayar kontrakan, air, dan kebutuhan lain. Oleh karena itulah, kami buka warung selama 24 jam harapannya ada penghasilan yang lebih untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan.” Ujarnya terkait alasan bukanya warung Madura selama 24 jam.
Datangnya larangan mengenai operasional warung selama 24 jam di Bali menimbulkan rasa kekhawatiran bagi pedagang warung Madura di daerah lain, tak terkecuali Ibu Turyati. Ibu Turyati menyampaikan kekecewaannya jika peraturan larangan mengenai jam buka operasional warung Madura tersebut diterapkan bagi seluruh daerah di Madura.
“Ya kecewa banget, soalnya saya dari Pamekasan ke sini kerja, kalau cuman buka sebentar mah nggak bisa. Mending tutup aja disini terus pindah di Pamekasan aja sekalian kalau gaboleh 24 jam lagi,” ujar Ibu Turyati yang merasa keberatan jika ketentuan 24 jam pada jam operasional warung Madura akan diterapkan di seluruh Indonesia.
Namun Ibu Turyati memberikan tanggapannya jika memang peraturan tersebut di terapkan secara merata bagi ritel tradisonal maupun ritel modern, maka Ibu Turyati tidak keberatan untuk mengikuti aturan tersebut, “kalau semuanya, ya semuanya, saya ikut mentaati juga,” ungkap Ibu Turyati dengan alasan keadilan bagi pengusaha-pengusaha yang lainnya.
Dalam menanggapi himbauan yang menyasar pada warung madura terkait operasional 24 jam diperlukan banyak pihak dalam memberikan tanggapan seperti salah satunya ketua dari Himpunan Mahasiswa Konsentrasi Hukum Bisnis, melihat dari aspek Hukum Bisnisnya seperti mengklasifikasikan jenis-jenis usaha yang ada dimasyarakat.
“Untuk ketentuan umumnya itu ada UU 20 Tahun 2008 ataupun di PP No 7 Tahun 2021 terkait UMKM menurut saya warung madura masuk kedalam usaha mikro ataupun kecil karena warung Madura itu milik perseorangan dan bukan cabang usaha besar maupun menengah, untuk mikro diangka 0-50 Juta untuk pendapatanya.” Jelas Faishal yang merupakan Ketua Umum HMK Bisnis.
Dalam menjalankan bisnis kecil, sedang, maupun menengah banyak hal yang bertolak belakang dengan pemerintah dari sisi aspek pajak, pendapatan, dan peraturan. Namun dalam himbauan dilarang beroperasi selama 24 jam untuk warung Madura sendiri menimbulkan berbagai kejanggalan karena tidak ada dasar hukumnya.
“Menurut saya sendiri untuk alasan pelarangan juga cukup janggal karena alesan keamanan mungkin dikhawatirkan akan ada gangguan pada saat malam mungkin itu yang dikhawatirkan. Kenapa bukan gangguan yang ditindak lanjuti, tetapi malah tokonya yang ditutup dan memang tidak ada dasar hukumnya” Ujar Faishal melihat kejanggalan dalam memberikan pelarangan terkait operasional 24 jam
Keresahan pelaku usaha warung Madura kian meradang terkait larangan operasional 24 jam hal itu membuat para pelaku usaha khawatir jika himbauan itu diterapkan kesemua daerah khusunya Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Selain itu juga, akan menimbulkan kerugian dari para pelaku usaha.
“Para pelaku usaha tetap harus memberikan pelayanan yang terbaik dengan menjual barang yang sesuai dan tidak dilarang oleh undang-undang untuk mencegah ditutup ataupun dilarangnya warung Madura tersebut” ucap Faishal dalam memberikan agar warung Madura tetap aman.
Alasan dilarangnya warung Madura banyak menimbulkan pro dan kontra, sehingga pelarangan ini menjadi kontroversial karena dari aspek hukum sendiri tidak ada ketentuan yang mengatur, menarasikan karena alasan keamanan. Namun, banyak warung modern yang buka 24 jam hal itu yang membuat kontroversial pelarangan warung Madura terkait operasional 24 jam.
“Larangannya mungkin dasarnya dari Perda Bali, berasumsi bahwa warung Madura juga harus diberlakukan sesuai dengan perda itu karena melihat adanya persaingan warung kecil dan modern namun tidak diatur terkait operasional hanya diatur mengenai batas-batas klasifikasi usaha” ungkapnya berharap pemerataan himbauan itu diberlakukan secara adil.
Penulis: Biya dan Marhum
Editor: Lauts
Comments