Putusan MA Batalkan Syarat Usia Calon Kepala Daerah: Sebuah Kemenangan Demokrasi atau Ketidakpastian Hukum?

 

VOICE-Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan ketentuan dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau walikota dan wakil walikota, yang mensyaratkan usia minimal calon kepala daerah harus dipenuhi sejak penetapan pasangan calon. Putusan ini diambil dalam perkara Nomor 23 P/HUM/2024 yang diajukan oleh Partai Garuda Republik Indonesia (Partai Garuda). Dengan keputusan ini, MA menilai bahwa syarat usia minimal tersebut tidak perlu dipenuhi sejak penetapan pasangan calon, tetapi cukup saat pelantikan. Hal ini membuka peluang bagi kandidat yang lebih muda untuk ikut serta dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Keputusan MA ini memberikan dampak signifikan pada dinamika politik dan proses pemilihan di Indonesia. Di satu sisi, keputusan ini dianggap sebagai kemenangan demokrasi karena memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum muda dan perempuan untuk terlibat dalam proses politik. Dengan demikian, harapan muncul bahwa keputusan ini dapat mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang inovatif dan lebih representatif terhadap kebutuhan generasi masa kini. Disisi lain, keputusan ini juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya ketidakpastian hukum, terutama mengenai bagaimana menangani kasus di mana calon terpilih belum memenuhi syarat usia minimal 30 tahun dan 25 untuk Bupati dan wakil bupati sejak, dan/atau walikota dan wakil walikota terhitung sejak penetapan pasangan calon. Situasi ini berpotensi menyebabkan konflik politik, penundaan pelantikan, atau bahkan pembatalan hasil pemilihan jika calon terpilih tidak memenuhi persyaratan usia saat pelantikan.

Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan syarat usia minimal calon kepala daerah sejak penetapan pasangan calon menuai berbagai reaksi yang beragam dari berbagai kalangan. Disatu sisi, keputusan ini disambut baik oleh banyak pihak sebagai kemenangan demokrasi. Hal ini dianggap sebagai langkah maju yang membuka peluang lebih luas bagi kandidat muda dan perempuan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah, sehingga memperkaya keberagaman kandidat dan memungkinkan munculnya pemimpin-pemimpin baru yang inovatif dan segar. Namun putusan ini juga menimbulkan berbagai kekhawatiran mengenai ketidakpastian hukum yang dapat terjadi. Salah satu kekhawatiran utama adalah terkait dengan belum adanya kejelasan tentang bagaimana menangani kasus-kasus di mana calon terpilih belum memenuhi syarat usia minimal saat pelantikan. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan berbagai implikasi hukum dan administratif, seperti penundaan pelantikan atau bahkan pembatalan hasil pemilihan jika calon terpilih tidak memenuhi persyaratan usia saat harus dilantik. Lebih jauh lagi, adanya kekosongan hukum dalam menangani situasi ini dapat berpotensi menimbulkan konflik dan ketidakstabilan politik di daerah-daerah yang bersangkutan. Hal ini tentunya memerlukan perhatian dan tindakan cepat dari pembuat kebijakan untuk menyusun regulasi yang lebih jelas dan terperinci, guna memastikan bahwa proses pemilihan dan pelantikan kepala daerah tetap berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku.

Melihat putusan Mahkamah Agung ini sebagai langkah maju yang signifikan bagi demokrasi di Indonesia. Selama ini, batasan usia minimal 30 tahun telah menjadi hambatan besar yang menghalangi banyak kandidat muda dan perempuan yang memiliki potensi besar untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Putusan MA ini membuka peluang baru yang sangat berharga bagi mereka, memungkinkan mereka untuk menunjukkan kemampuan, gagasan inovatif, dan visi mereka kepada masyarakat luas, yang pada akhirnya dapat memperkaya dinamika politik dan pemerintahan di tingkat daerah dengan perspektif segar dan beragam. Memahami kekhawatiran tentang ketidakpastian hukum yang ditimbulkan oleh putusan ini. KPU perlu segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan langkah selanjutnya. Apakah calon yang belum memenuhi syarat usia minimal saat pelantikan akan tetap dilantik atau digantikan oleh calon yang kalah? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan jelas agar tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.

Terlepas dari kekhawatiran yang muncul, harus tetap optimis bahwa putusan Mahkamah Agung ini akan membawa dampak positif yang signifikan bagi demokrasi di Indonesia. Dengan membuka peluang bagi kandidat yang lebih beragam dari segi usia dan gender, kita dapat berharap mendapatkan pemimpin yang lebih baik dan lebih mampu membawa perubahan positif bagi bangsa ini. Selain itu, putusan MA ini juga menunjukkan bahwa MA tidak segan-segan untuk membatalkan peraturan yang dianggap bertentangan dengan undang-undang dan asas kepastian hukum, suatu tindakan yang mencerminkan komitmen kuat terhadap penegakan hukum yang adil dan transparan.Tentu saja menjadi kabar baik bagi upaya penegakan hukum di Indonesia, karena menunjukkan bahwa institusi hukum tertinggi di negara ini siap untuk mengambil langkah-langkah berani dalam memastikan bahwa peraturan yang berlaku sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan melindungi hak-hak warga negara. Secara keseluruhan, melihat putusan MA ini sebagai langkah yang tepat dan berani. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu diperjelas. Meski di masyarakat putusan ini dianggap membantu salah satu pihak dan dianggap nantinya akan semakin banyak calon-calon yang tidak kompetensinya untuk memimpin suatu daerah. Daerah adalah nadi kehidupan bernegara, jika daerah itu mampu berkembangg maka kehidupan bernegara akan menuju kesejahteraan yang hakiki.


Penulis : Salna45 dan Nabula Biru


Comments