UU PERS VS UU ITE: Celah Hukum Pasal Karet UU ITE Menjadi Alat Kriminalisasi Jurnalis

VOCE - Pasal karet UU ITE menjadi ancaman nyata bagi jurnalis dan aktivis yang sebagai pengawas pilar demokrasi.  Kriminalisasi jurnalis adalah tindakan menggunakan hukum pidana untuk menindak atau menuntut jurnalis karena pekerjaan mereka dalam mengumpulkan, melaporkan, atau menyebarkan informasi. Ini sering dianggap sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers dan hak atas informasi, yang esensial dalam sebuah demokrasi. Kriminalisasi jurnalis adalah ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi. Upaya untuk mengatasinya memerlukan reformasi hukum, solidaritas dalam komunitas jurnalis, peningkatan kesadaran publik, dan dukungan hukum serta psikologis bagi mereka yang terancam. Melindungi jurnalis berarti melindungi hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar dan transparan. Hukum yang Digunakan untuk Menekan Jurnalis antara lain Pencemaran Nama Baik (Defamation), Hukum pencemaran nama baik sering digunakan untuk menuntut jurnalis yang mengungkap korupsi atau pelanggaran oleh pejabat publik, Undang-Undang Keamanan Nasional: Tuduhan seperti "mengancam keamanan nasional" atau "menghasut kebencian" sering digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah., Undang-Undang ITE Di banyak negara, undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik digunakan untuk menuntut jurnalis yang menulis atau menyebarkan informasi secara online.

            Ancaman terhadap wartawan semakin besar, tidak hanya ancaman berupa kekerasan fisik, tetapi terutama kekerasan nonfisik berupa doxing dan kriminalisasi. Hal ini tidak hanya mengancam keselamatan wartawan, tetapi juga mengancam kebebasan pers. Selain saat meliput demonstrasi, jurnalis mendapatkan perlakukan buruk saat mengerjakan liputan investigasi, meliput kasus konflik sumber daya alam atau agraria, atau mereportase pemilihan kepala daerah. Melansir dari situs tempo.co, meski mendapatkan perlindungan dari Undang-undang Pers sejak 1999, wartawan masih saja dihalang-halangi dalam bekerja. Mereka diancam, diperlakukan secara buruk, bahkan menjadi korban kekerasan fisik. Kekerasan terhadap jurnalis bukan hal baru dalam dunia pers di Tanah Air. Setiap tahunnya, kabar adanya tindak kekerasan yang dialami awak media kerap terdengar. Kebebasan pers memiliki arti sebagai hak yang diberikan oleh konstitusi atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.

            Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mencatat 8 jurnalis yang dijerat UU ITE sepanjang 2020-2021, tiga diantaranya telah divonis bersalah. Antara lain Muhammad sadil saleh Liputan Persada.com disandung kasus defamasi dengan vonis 2 tahun, Diananta Putra Sumedi Pimpinan redaksi Banjarhits kasus defamasi dengan vonis 3 bulan 15 hari, Mohammad Asrul Berita.News tersandung kasus pencemaran nama baik dengan vonis 3 bulan penjara, Bahrul Walidin pimpinan redaksi Metro Aceh dugaan pencemaran nama baik. Modus modus pemidanaan jurnalis yang dilakukan oleh para pelapor seperti pembungkaman jurnalis, membuat efek jera jurnalis, menutupi kasus-kasus yang ditulis jurnalis. Seakan akan memberitakan kasus korupsi yang menjadi permasalahan Indonesia, jurnalis dianggap momok yang akan menjegal koruptornya. Pasal-pasal yang banyak digunakan untuk menjerar jurnalis, pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2, pasal 45 ayat 1, pasal 45 ayat 3 dan pasal 45(a) ayat 2.  Pengamat hukum tata negara, Era Purnamasari menilai kalau tak adanya intervensi terhadap kerja jurnalistik dari pihak manapun, termasuk penegak hukum, adalah syarat mutlak kebebasan pers. Oleh sebab itu, ia mendorong disempurnakannya nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian.

            SAFEnet menyoroti Sembilan pasal bermasalah yang dibagi dalam tiga klaster. Pertama, klaster kejahatan siber yang dimuat dalam pasal 27 ayat (1) tentang kesusilaan, pasal 27 ayat (3) tentang defamasi, pasal 28 ayat (2) tentang permusuhan dan kebencian, serta pasal 27 ayat (4) dan pasal 29 tentang ancaman. Kedua, klaster ancaman pidana, yaitu pasal 36 sebagai pemberat hukuman atas tindak pidana pasal 27 sampai 29 UU ITE. Selain itu, ada pasal 45 ayat (3) yang mengatur tentang ancaman pidana penjara bagi tindakan defamasi.

      Terakhir, klaster pasal-pasal yang rentan disalahgunakan seperti Pasal 26 ayat (3) tentang penghapusan informasi dan pasal 40 ayat (2a) serta (2b) tentang kewenangan pemerintah dan pemutusan akses yang berpotensi melahirkan perbuatan sewenang-wenang. Dampak Kriminalisasi Terhadap Jurnalis dan Media, penangkapan dan penahanan jurnalis dapat ditangkap dan ditahan, seringkali tanpa proses yang adil. Intimidasi dan penganiayaan jurnalis sering menjadi target intimidasi, penganiayaan fisik, atau psikologis. Penyensoran media dan jurnalis mungkin dipaksa untuk menyensor diri sendiri karena takut akan tindakan hukum.

Penulis: Marhum

Comments