VOICE-Kebijakan pemerintah kerap kenimbulkan kontroversi terkait proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Teranyar, pemerintah baru menerbitkan Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan
IKN, antara lain berisi soal penetapan nilai
tanah sampai berbagai insentif dan kemudahan fasilitas perizinan termasuk
pemberian hak guna usaha sampai 190 tahun!.
Berdasarkan pasal 3 Perpres Nomor 75 Tahun
2024 “Pemberian insentif dan fasilitas perizinan berusaha dapat diberikan
kepada pelaku usaha yang melaksanakan pembangunan penyediaan dan pengelolaan
layanan dasar dan, atau sosial serta fasailitas komersial,”
Beberapa fasilItas itu adalah pemberian hak
atas tanah (HAT), meliputi HGU selama 190 tahun, siklus pertama selama 95 tahun
dan dapat diperpanjang dengan durasi sama. Lalu, hak guna bangunan (HGB) dan
hak guna pakai (HGP) masing-masing 160 tahun, dengan siklus pertama 80 tahun
dapat diperpanjang untuk durasi sama
Dalam pengaturan UU Pokok Agraria dalam pasal
29 ayat (1) HGU diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun, kemudian dapat
diperpanjang 35 tahun paling lama.
UU Pokok Agraria juuga mengatur perpanjangan
HAT, hanya bisa selama masih memenuhi syarat, sebagaimana diatur dalam UU Pokok
Agraria payung hukum agraria nasional yang sampai saat ini masih berlaku, UU
Pokok Agraria merupakan pelaksanaan
dari Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, dan
Pasal 33 UUD 1945 juga Manifesto Politik Republik Indonesia.
Alih-alih menjalankan amanat secara konsekuen, katanya, pemerintah justru
mem-peti es-kan UU Pokok Agraria dengan menerbitkan aturan lebih pro pemodal. Dalam
Perpres Nomor 75 Tahun 2024, katanya, pemerintah juga memberikan keistimewaan
investor dalam bentuk pembebasan tarif bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB), alias tarif 0%. “Secara tegas, kami menilai pemberian HGU dan
HGB yang hampir dua abad itu melanggar konstitusi dan Undang-Undang Pokok
Agraria. Celakanya dengan konsensi waktu yang begitu lama menimbulkan pro
kontra di masyarakat karena dianggap berpihak ke investor dan menggadaikan
tanah air Indonesia.
Lebih buruk dari era kolonial
Pemberian HGU begitu panjang lebih buruk dari
hukum agraria kolonial, saat itu pemerintah kolonial melalui Agrarische Wet
1870 memberikan konsensi tanah selama 75 tahun, dampaknya perampasan tanah
dan pemiskinan terjadi massif di sekitar konsensi, setelah kemerdekaan Agrarische
Wet dicabut dan digantikan oleh UU Pokok Agraria dan tujuan itu untuk
pembaruan paradigmatik politik agraria secara fundamental, namun usaha
reformasi agraria ini sia-sia dengan diterbitkannya perpres No 75 Taun 2024
dengan adanya kebijakan HGU di IKN hanya akan memperparah isu perampasan dan
eksploitasi oleh bangsa luar.
Pemicu konflik agraria di Indonesia
dikarenakan bertentangan dengan UU Pokok Agraria dan menyingkirkan hak hak
kemerdekaan masyarakat Indonesia, kebijakan HGU di IKN hanya akan memperparah
konflik agraria dan monopoli tanah di Kalimantan Timur.
Risiko penyalahgunaan Hak Guna Usaha di IKN
Pemberian HGU untuk jangka waktu yang sangat
lama dapat mengurangi kontrol pemerintah terhadap penggunaan tanah tersebut,
pemberian HGU selama 190 tahun juga mengkhawatirkan karena berisiko
disalahgunakan oleh investor. Akan banyaknya usaha investor untuk memonopoli
dan mengeksploitasi tanah dengan mengabaikan hak dasar masyarakat Indonesia
terkhusus di Kalimantan. Tidak hanya risiko monopoli namun juga adanya peluang
konflik dengan masyarakat adat di IKN perpres tersebut justru akan menambah
ketimpangan penguasaan lahan dan tidak mempertimbangkan tanah adat yang sebagai
sejarah, makam-makam tua, situs ritual adat dan sebagai tempat mencari nafkah.
Konflik dengan masyarakat adat akibat dari tergusurnya dari tanahnya hal itu
juga akan menambah polemik dan penyelesaian yang masih belum jelas hingga saat
ini.
Comments