Sidang Duplik Kasus Een Jumianti: Kuasa Hukum Terdakwa Tetap pada Pembelaannya

Bangkalan, 21 Mei 2025 — Pengadilan Negeri Bangkalan kembali menggelar sidang lanjutan perkara pembunuhan Een Jumianti dengan agenda duplik dari pihak kuasa hukum terdakwa. Sidang ini menjadi salah satu tahapan penting sebelum pembacaan putusan yang dijadwalkan pada 22 Mei 2025.

 Agenda sidang duplik kali ini dihadiri oleh sejumlah audiens, termasuk masyarakat umum, mahasiswa, wartawan, serta petugas keamanan dari pihak kepolisian dan internal pengadilan. Antusiasme publik terlihat cukup tinggi, mengingat perkara ini telah menjadi sorotan luas di lingkungan kampus Universitas Trunojoyo Madura. Sidang yang dijadwalkan berlangsung pukul 11.00 WIB namun sidang lanjutan dilangsungkan pada jam 12,00 setelah adanya penundaaan jam sidang.

Dalam sidang tersebut, Risang, selaku kuasa hukum terdakwa, menyampaikan secara tegas bahwa pihaknya tetap pada nota pembelaan sebelumnya, yakni bahwa perbuatan terdakwa lebih tepat dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa, bukan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Karena mempertimbangkan dampak dan perbandingan yurisprudensi kasus serupa

Risang menegaskan bahwa tidak ada unsur perencanaan dalam tindakan terdakwa. Pertengkaran yang terjadi antara terdakwa dan korban berlangsung secara spontan dan emosional. Ia juga menjelaskan bahwa senjata tajam yang dibawa terdakwa bukan dimaksudkan untuk melakukan pembunuhan, melainkan sebagai alat perlindungan diri, mengingat posisi terdakwa sebagai pengawas pemilu tingkat kecamatan.

“Senjata itu dibawa terdakwa di balik baju, dan korban mengetahuinya. Jadi tidak ada unsur penyembunyian atau perencanaan yang disengaja,” jelas Risang pada kesempatan wawancara.

Terdakwa, yang hadir langsung dalam persidangan, tetap bersikap sopan, kooperatif, dan kembali menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban serta civitas akademika Universitas Trunojoyo Madura.

Dalam pernyataannya, ia memberikan penjelasan mendalam yang memperkuat bahwa kasus ini bukan pembunuhan berencana, melainkan peristiwa spontan yang dipicu oleh situasi emosional dan pembelaan diri.

"Iya, itu bisa saja didalilkan sebagai perencanaan,tapi juga harus dibuktikan lagi runtutan kejadian setelah pembunuhan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan asumsi, harus konkret dan berdasarkan bukti."

Penasihat hukum menjelaskan bahwa alasan terdakwa membawa senjata tajam bukan sebagai alat untuk membunuh, melainkan sebagai bentuk kewaspadaan diri. Saat kejadian, terdakwa diketahui tengah menjabat sebagai pengawas Pemilihan Umum tingkat Kecamatan, posisi yang kerap menuntut kesiagaan ekstra di lapangan.

"Fakta yang diungkapkan oleh terdakwa, pada saat itu dia adalah pengawas Pemilu tingkat Kecamatan. Jadi membawa senjata itu sebagai bentuk jaga-jaga untuk keamanan dirinya sendiri, bukan karena ada niat membunuh," ungkapnya.

Salah satu poin penting dalam pembelaan adalah bahwa korban juga mengetahui keberadaan senjata tajam tersebut. Saat pertemuan berlangsung, senjata dibawa terdakwa di balik baju bagian belakang, dan posisi tersebut diketahui korban.

"Pada saat terdakwa membawa celurit, korban juga mengetahui. Karena senjata itu dibawa di belakang baju dan otomatis terlihat atau setidaknya diketahui oleh korban. Jadi tidak ada unsur menyembunyikan atau mengecoh," tambah penasihat hukum.

Penulis: Sannalyah

Editor: Marhum

 

 


Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post